Kill List (2011)



RottenTomatoes: 75%
Metacritic: 64/100 
NikenBicaraFilm: 4/5

Rated : R
Genre: Mystery & Suspense, Thriller

Directed by Ben Wheatley ; Produced by Claire Jones, Andy Starke ; Written by Ben Wheatley, Amy Jump ; Starring Neil Maskell, Michael Smiley, MyAnna Buring, Emma Fryer ; Music by Jim Williams ; Cinematography Laurie Rose ; Editing by Ben Wheatley, Robin Hill, Amy Jump ; Studio Rook Films, Warp X, Film4 Productions, Screen Yorkshire, UK Film Council ; Distributed by Optimum Releasing (UK), IFC Midnight (US), Release date(s) 28 August 2011 (FrightFest (UK premiere)), 2 September 2011 (UK) ; Running time 95 minutes ; Country United Kingdom ; Language English, Swedish ; Budget £500,000

Story / Cerita / Sinopsis:
Pertengkaran mewarnai korelasi suami istri Jay (Neil Maskell) dan Shel (MyAnna Buring). Jay tidak bisa menafkahi keluarganya semenjak delapan bulan, dan tertangkap lembap menghabiskan sisa uangnya dengan membeli jacuzzi. Kemudian tiba sahabat baik Jay Gal (Michael Smiley) yang mengatakan Jay sebuah pekerjaan: membunuhi orang-orang dalam daftar yang diberikan oleh seorang laki-laki misterius. Now, you know why they named it Kill List.

Review / Resensi :
Setelah ditayangkan pada iNAAF 2011 yang lalu, Kill List yaitu salah satu film yang memperoleh rave review. Sebagian mencintainya, namun tidak sedikit pula yang merasa kecewa. Total Film mengatakan 5 bintang pada film ini, dan menyebutnya sebagai film British terbaik semenjak masa tahun 70-an. Apakah saya termasuk yang mencintainya atau yang membencinya? Memang setiap orang mempunyai persepsi dan opini sendiri-sendiri. Saya sendiri, hmmmmm.. cukup ragu apakah saya termasuk yang menyukainya atau tidak. Beda tipis. Let’s see why:

Kill List menyerupai sebuah pembunuh yang pendiam dan membosankan. Akan ada lebih banyak adegan percakapan antara 2 orang sahabat, atau pertengkaran rumah tangga suami dan istri dibandingkan adegan brutal yang kau inginkan dari sebuah film yang mengangkat tema pembunuh bayaran. Tapi bukan lantas Kill List menjadi film horror-thriller yang tidak sadis, ada banyak adegan yang menciptakan saya menutup mata dan merasa ngilu. Namun memang untuk penggemar violence-movie, yang biasanya mengharapkan adegan berangasan yang terasa bombastis dan dramatis, Kill List bisa jadi akan meninabobokkanmu. Anyway, banyak orang merasa Kill List menyerupai A Serbian Film, saya sendiri tidak pernah menontonnya, jadi tidak mungkin untuk membandingkannya dengan film tersebut.

Selama 45 menit awalnya, kau hanya akan diajak menyelami abjad para tokoh-tokohnya dalam fragmen-fragmen scene yang yeah – terasa sedikit membosankan sebenarnya. Mungkin sebagian penonton akan menjadi ngantuk, dan bertanya – tanya kapan adegan pembunuhan ini dimulai? Baru paruh keduanya semuanya berjalan cukup cepat dan intense. Di tengah-tengah adegan pembunuhan akan ada percakapan yang terasa manusiawi, mirip dibawakan secara natural oleh Neil Maskell dan Michael Smiley, mengungkapkan sedikit bromance di antara Jay dan Gal, - membuatmu lengah alasannya sedikit merasa bosan lantas bamm! kepala seseorang pecah, dan sebutir peluru menembus kepala seseorang. Tragis, tapi itulah yang menciptakan film ini terasa asyik.

Neil Maskell, Michael Smiley, dan MyAnna Buring bisa mengatakan performance yang cukup meyakinkan. Neil Maskell tidak tampil mirip pembunuh bayaran pada umumnya, dengan tampang sejahat Javier Bardem, atau mulut hirau taacuh dan flamboyan mirip Kevin Bacon. Karakter Jay hanya mirip seorang ayah-ayah biasa yang menyayangi putranya, dan terkadang terlibat percekcokan dengan istri dan sahabatnya. Karakternya bahkan terlihat sedikit polos dan melankolis. Karakter Gal bekerjsama jauh lebih mirip pembunuh, dengan muka berangasan dan mata sendunya, namun rupanya pekerjaan kotor itu kebanyakan dilakukan Jay yang ternyata lebih temperamental.

Plot membosankan di lain sisi bekerjsama sukses membangun ketegangan-ketegangan yang perlahan-lahan merayapi penonton. Ben Wheatley, sang sutradara, mirip membangun pondasi untuk adegan klimaksnya. Membuatmu merasa bosan di awal, lantas perlahan tapi pasti, Wheatley mengendapkanmu pada banyak misteri, pertanyaan dan intensitas yang terbangun dengan cukup baik. Belum lagi scoring music yang terasa magis dan menghipnotis. Suara siulan yang samar-samar, orkestra yang sumbang, suara biola (or cello) yang seakan-akan asal dibunyikan, semuanya sukses menciptakan penonton berdebar-debar. Kamu akan menemukan ironi di antara musik yang terasa indah, dan sebuah adegan pembunuhan.

Sejauh ini saya membicarakan Kill List sebagai film yang cool, dan saya rasa sebagian dari pembaca blog ini akan ingin cepat-cepat menaruh Kill List pada daftar film yang harus ditonton. Yeah, film ini memang terasa sedikit unik dan berbeda. Dan mungkin menonton film ini dan menyukainya bisa membuatmu terlihat cendekia dan hipster-enough ketika membicarakannya di depan teman-teman gank-mu yang menyukai film-film komersil. Namun saya sendiri seakan-akan merasa dikhianati melalui twist dan endingnya. Seharusnya twist menjadi hal yang menjawab pertanyaan, namun Kill List melaksanakan sebaliknya: justru menjadikan banyak pertanyaan. Okay, terkadang film cendekia yaitu film yang mengatakan ruang bagi penonton untuk menafsirkannya sendiri, namun entahlah, saya mirip merasa ditipu. Ben Wheatley merubah film Kill List menjadi cult movie (literally) dan saya membencinya. Saya membaca beberapa comment orang lain mengenai film ini di internet, dan sebagian penonton yang cukup betah menyaksikan film ini dua kali akan terasa terhibur ketika rupanya Wheatley telah menaruh banyak petunjuk mengenai apa yang sesungguhnya terjadi di banyak adegan. Saya cukup menyukai film ini, namun menontonnya dua kali jadi agak terasa membuang-buang waktu, dan misteri yang “terkuak” itu bagi saya tetap mirip misteri. Sangat menyebalkan memang. Or I’m just not smart enough to understand what’s the point.


Overview:
Mengabaikan twistnya (yang mungkin bisa ditebak bagi kebanyakan orang dengan “movie-list” sudah cukup panjang dan cukup “keren”), Kill List tetaplah film horror-thriller yang sangat menegangkan. Klimaksnya terasa sangat mendebarkan. Bagi penyuka film horror-thriller dengan adegan keji, Kill List memberikannya melalui rangkaian adegan brutal yang dijalin dengan lembut, dan hening saja, film ini punya script cukup berangasan dengan banyak kata “Fuck”.  Kill List, minus adegan akhirnya, tetaplah sebuah film wajib tonton.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Kill List (2011)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel