The Handmaiden (아가씨 - A-Ga-Ssi) (Korean, 2016) (5/5)


"You can even curse at me or steal things from me. But please don't lie to me. Understand?"

RottenTomatoes: 94% | Metascore: 84/100 | NikenBicaraFilm: 5/5

Rated: R
Genre: Thriller, Drama

Directed by Park Chan-wook ; Produced by Park Chan-wook, Syd Lim ; Screenplay by Park Chan-wook, Chung Seo-kyung ; Based on Fingersmith by Sarah Waters ; Starring Kim Min-hee, Ha Jung-woo, Cho Jin-woong, Kim Tae-ri ; Music by Cho Young-wuk ; Cinematography Chung Chung-hoon ; Edited by Kim Jae-bum, Kim Sang-bum ; Production companies Moho Film, Yong Film ; Distributed by CJ Entertainment ; Release dates 14 May 2016 (Cannes), 1 June 2016 (South Korea) ; Running time 145 minutes ; Country South Korea ; Language Korean, Japanese ; Budget ₩10 billion ($8.8 million)

Story / Cerita / Sinopsis :
Sook-Hee (Kim Tae-ri) ditugaskan untuk bekerja sebagai pelayan seorang perempuan kaya Lady Hideko (Kim Min-hee). Kelihatan sebagai perempuan polos dan baik-baik, namun Sook-hee sesungguhnya yaitu penipu yang berhubungan dengan "Count Fujiwara" (Ha Jung-woo) yang hendak mengambil harta kekayaan Hideko.

Review / Resensi :
Empat belas tahun sesudah Oldboy (2002) yang fenomenal itu, Park Chan-wook kembali menghasilkan sebuah karya jenius yang sama baiknya dengan apa yang pernah ia lakukan lewat Oldboy. Sejujurnya saya masih lebih menyukai Oldboy, sebab Oldboy lebih bisa memperlihatkan dampak emosional yang depresif daripada The Handmaiden. Namun tetap saja The Handmaiden yang dalam versi koreanya berjudul A-ga-ssi (artinya The Lady, merujuk pada karakter Hideko) yaitu film yang.... totally brilliant. The Handmaiden disebut-sebut sebagai salah satu film Korea Selatan terbaik tahun ini dan sekarang tengah digadang-gadang untuk meraih nominasi pada Best Foreign Film di ajang penghargaan piala Oscar tahun depan (I hope it'll win). Seperti Oldboy, The Handmaiden punya semacam layering-twist (yang emang ga se-shocking Oldboy sih, but it's still good), sehingga saya agak resah untuk nuliskan review-nya di sini sebab takut bikin spoiler. Makara buat yang anti banget sama spoiler (seperti saya), sebaiknya hentikan membaca review ini dan buruan eksklusif nonton aja.

Kisah The Handmaiden diambil dari novel Fingersmith milik Sarah Waters, yang telah difilmkan oleh BBC. Kalau baca di sejumlah forum, beberapa orang yang membandingkan keduanya menyampaikan bahwa kedua versi ini punya visi yang agak berbeda. Versi BBC lebih jinak, lembut, dan romantis, sedangkan The Handmaiden ini kerasa banget lebih erotis. Kisahnya mengikuti seorang pelayan berjulukan Sook-hee (Kim Tae-ri) yang bertugas melayani seorang perempuan kaya raya berjulukan Hideko (Kim Min-hee) yang tinggal bersama pamannya Mr. Kouzuki (Cho Jin-Woong) di wilayah Korea yang diduduki Jepang. Berpura-pura baik hati, Sook-hee sebetulnya hendak menipu sang majikan, berhubungan dengan penipu ulung "Count" Fujiwara (Ha Jung-woo). Fujiwara akan berusaha untuk bisa mempersunting Hideko - dengan tujuan simpulan memasukkan Hideko ke rumah sakit jiwa dan mengambil semua harta warisannya. Akan tetapi rupanya kisah intrik-intrik ini tidak sesederhana itu.

Waktu pertama kali nonton Oldboy, saya dibikin shock waktu tahu kalau perfilman Korea Selatan rupanya bisa cukup eksplisit dalam mempertontokan sexual scene-nya. Namun sex-scene di Oldboy itu punya makna - bukan sekedar sentuhan seks vulgar yang cuma ingin memancing nafsu penonton mesum. Tampaknya sexuality yaitu salah satu keahlian Park Chan-wook, sebab ia juga sempat menukangi Thirst (2010) yang kontroversial itu (belum nonton sih, tapi dari posternya cukup kontroversi sebab agak seronok). The Handmaiden sendiri juga cukup eksplisit dalam materi seksualnya, bahkan beberapa orang merasa bahwa sex scene-nya terlampau berlebihan, serupa dengan Blue is The Warmest Color-nya Abdellatif Kechice. Namun saya merasa bahwa erotika The Handmaiden adalah sebuah erotika "kelas atas", alias ditampilkan dengan artistik, indah, dan yang terpenting - esensial dalam membangun konflik dan karakter tokohnya. Erotika ini juga mengandung sebuah simbolisme, nggak melulu adegan seks materi masturbasi. Ambil pola *spoiler* pada adegan kesannya dikala Sook-hee dan Hideko telanjang bersama, bermain cinta sambil memainkan bola logam yang sebelumnya dipakai untuk menyiksa Hideko. Adegan terakhir ini terasa abstrak dan mungkin menyerupai eksploitasi seksual, namun sebetulnya Park Chan-wook hendak memperlihatkan bahwa bola logam yang sama, yang sebelumnya menjadi sesuatu yang traumatis bagi Hideko, bermetamorfosis sex toys bagi dirinya dan kekasihnya. Ia telah lepas dari belenggu pamannya yang sick, dan berhasil membebaskan dirinya pada petualangan seksual dengan orang yang ia cintai *spoiler ends*.

Di awal saya sudah menyampaikan bahwa film ini punya layered twist. Twistnya emang ga hingga senonjok Oldboy, but it's still good. Yang menarik yaitu bagaimana Park Chan-wook mengupas ceritanya satu demi satu demi mengungkap misteri apa yang sesungguhnya terjadi. Ini mengingatkan dengan apa yang pernah ia lakukan di Oldboy. Saya rasa kau harus cukup detail dan perlu nonton dua kali untuk melihat bagaimana Park Chan-wook begitu jenius dan perfeksionis menyajikannya. Atensinya pada detail sangat luar biasa. *spoiler* Saya ambil satu pola dikala Hideko menulis sesuatu di kertas dan menunjukkannya ke Sook-hee yang buta aksara di Part 1. Sebuah pilar akan mem-block goresan pena itu dari kamera hingga tidak bisa dibaca, dan mungkin kau tidak akan merasa adegan ini penting. Pada kepingan kedua, kau gres tahu bahwa goresan pena Hideko itu punya nilai revelation yang cukup penting *spoiler ends*. Hal yang detail, penting tapi kelihatan tidak penting, itu juga dilakukan Park Chan-wook lewat naskah (beberapa kalimat seperti: "Love. A conman like you knows what love is?") dan editingnya. Wah, editingnya juara deh!

Dan siapa yang menyangka bahwa erotica thriller seperti ini punya beberapa momen yang bisa bikin kita tertawa lepas? Ini juga yang pernah dilakukan Park Chan-wook lakukan lewat Oldboy, dengan karakter Dae-su yang punya kesan komikal. The Handmaiden juga punya sentuhan itu, sebuah black comedy yang nafasnya terasa unik sebab terasa komikal - nyaris konyol, feels like Asian's favorite jokes. Namun kesan konyol ini sama sekali nggak merusak keseluruhan atmosfer The Handmaiden. Saya ambil pola adegan Hideko yang tiba-tiba berlari di awal dikala ketakutan di kamar tidurnya, atau bagaimana rupa pria-pria bau tanah kaya pervert yang lagi terangsang, atau bagaimana Fujiwara berpura-pura terpesona melihat Hideko. 

Dari jajaran casting, saya rasa ketiga bintang film utama (Kim Tae-ri sebagai Sook-hee, Kim Min-hee sebagai Hideko, dan Ha Jung-woo sebagai Fujiwara), dan sang paman Hideko (Cho Jin-woong) berhasil memerankan karakternya dengan baik. Kim Tae-ri tampil mencuri perhatian sebagai Sook-hee, padahal ini yaitu feature film pertamanya. Ha Jung-woo yang merupakan salah satu bintang film besar Korea Selatan juga tampil menarik sebagai Fujiwara yang brengsek (dan sesudah nonton ini saya jadi ngefans, mungkin habis ini saya balik korea-korean lagi, sesudah nonton ini saya eksklusif donlot film Ha Jung-woo lainnya lho menyerupai The Chaser dan The Yellow Sea). But omg... the real MVP is Kim Min-hee. Dia nggak cuma begitu bagus dan kulitnya flawless (ya ampun kayak iklan SK II) - sesuai dengan karakter Hideko yang kaya dan "terisolasi", namun ia juga begitu tepat memerankan karakter Hideko yang tidak bisa ditebak. She's amazing!

Salah satu kesempurnaan lagi yang dimiliki The Handmaiden yaitu dari segi visual. Jika novel aslinya bersettingkan Inggris jaman Victoria, The Handmaiden mengambil setting waktu 1930-an, pada masa pendudukan Jepang di Korea. Park Chan-wook mengajak kita masa yang indah, termasuk melalui desain set, properti dan kostumnya, sentuhan Korea, Jepang dan keglamoran Eropa menyatu menghasilkan perpaduan yang luar biasa bagus dan stylish. Scoring music dari Cho Young-wook juga mendukung keseluruhan atmosfer The Handmaiden. 

Overview :
Mungkin tidak berefek emosional sedalam Oldboy, namun toh tidak adil membandingkannya sebab keduanya punya visi yang berbeda. Dengan visualnya yang menawan dan scoringnya yang keren, The Handmaiden boleh jadi lebih baik daripada Oldboy. Materi seksualnya mungkin agak eksplisit, namun esensial dalam keseluruhan dongeng - dan Park Chan-wook toh bisa menyajikannya menjadi sesuatu yang erotis sekaligus artistik. Layering twist-nya dikupas dengan perfek, editingnya juara, dan sentuhan komikal pada sebuah erotica thriller adalah kesan yang unik. Didukung akting menarik dari keempat bintang film utama - terutama Kim Min-hee yang tampil paling memikat, The Handmaiden surely is one of the best in 2016! 

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "The Handmaiden (아가씨 - A-Ga-Ssi) (Korean, 2016) (5/5)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel