Thor: Ragnarok (2017) (4/5)



What are you, the god of hammers?

RottenTomatoes: 96% | IMDb: 8,3/10 | Metascore: 73/100 | NikenBicaraFilm: 4/5

Genre: Action & Adventure, Fantasy, Drama, Comedy
Rated: PG-13

Directed by Taika Waititi ; Produced by Kevin Feige ; Screenplay by Eric Pearson, Craig Kyle, Christopher Yost ; Based on Thor by Stan Lee, Larry Lieber, Jack Kirby ; Starring Chris Hemsworth, Tom Hiddleston, Cate Blanchett, Idris Elba, Jeff Goldblum, Tessa Thompson, Karl Urban, Mark Ruffalo, Anthony Hopkins ; Music by Mark Mothersbaugh ; Cinematography Javier Aguirresarobe ; Edited by Joel Negron, Zene Baker ; Production company Marvel Studios ; Distributed by Walt Disney Studios Motion Pictures ; Release date October 10, 2017 (El Capitan Theatre) November 3, 2017 (United States) ; Running time 130 minutes ; Country United States ; Language English ; Budget $180 million

Story / Cerita / Sinopsis:
Setelah kehilangan palu ajaibnya, Thor (Chris Hemsworth) harus melarikan diri dari Planet Saakar untuk menyelamatkan Asgard dari tangan Hela (Cate Blancett).

Review / Resensi:
Seringkali setiap menulis review artikel wacana film superhero, saya selalu mengawalinya dengan pernyataan jika saya bukan fans film superhero. Dan emang sih, alasannya yakni dulu saya belum khatam film-film MCU dan nggak pernah ada niatan buat nonton. Sampai kemudian saya dapet pacar yang kebetulan lumayan comic nerd, dicekokinlah saya dengan cerita-cerita soal komik. Terpengaruh rayuannya (pacaran model apa sih ngomongin komik!), saya pun hasilnya mengkhatamkan MCU. But once again, saya ga menyebut diri saya fans film superhero - alasannya yakni saya toh ga tertarik-tarik amat untuk ngikutin banget, apalagi hingga baca komiknya. Tapi jika ditanya saya pilih MCU atau DCEU, ya saya jawab saya milih MCU (Tapi jika ditanya milih MCU atau X-Men? Saya pilih X-Men soalnya ada Fassbender!). Secara umum, MCU punya pondasi yang lebih berpengaruh dan visioner dalam menjalankan universe-nya dibandingkan DCEU. Yaaahh... mudah-mudahan Justice League yang tayang pertengahan November ini ga ancur ya. Kalo ancur lagi, siap-siap saya bikin artikel full of ceriwis

Di antara sekian banyak film-film MCU, series Thor yang merupakan salah satu pilar Avengers justru paling lemah di antara yang lain. Saya gres namatin Thor 1-2 bulan lalu, tapi saya bahkan sudah lupa-lupa ingat filmnya wacana apa. Secara box office, Thor juga termasuk yang menghasilkan paling sedikit. Saya rasa kesalahan series ini yakni alasannya yakni narasinya yang terasa sederhana dan kurang solid, serta tone antara dark dan comedy-nya kurang menyatu. Pesona Thor (Chris Hemsworth) pun kalah dengan Loki (Tom Hiddleston) yang tampil lebih mencuri perhatian dan justru menjadi favorit orang-orang. Maka direkrutlah Taika Waititi, yang juga terkenal sebagai sutradara dan pelawak (ia ternyata pernah bikin komedi duo bareng Jemaine Clement-nya Flight of the Choncords), untuk membawa arah berbeda bagi film ketiga Thor ini. For me, he nailed it. Thor: Ragnarok adalah film superhero yang fun dan menyenangkan. Ini yakni seri ketiga namun kita berharap ini harusnya menjadi sebuah film awal yang memulai series Thor. Dari jauh hari saat trailernya dirilis, kita tidak hanya disuguhi pertandingan epik antara Thor versus Hulk, namun sudah terbaca terang bahwa Thor: Ragnarok ini punya tone yang sangat jauh berbeda dibandingkan film pertama dan keduanya. 

Diangkatnya Taika Waititi di bangku sutradara sudah terang arahnya: Thor akan lebih fokus ke segi komedi. Thor: Ragnarok membawa formula yang kurang lebih menyerupai dengan Guardians of The Galaxy, bahkan termasuk tata visual dan artistic style-nya mengingatkan saya dengan film itu. Film Guardians of The Galaxy yang sebelumnya merupakan jagoan tidak terlalu terkenal itu ternyata punya formula yang disukai oleh banyak penonton dan kritikus (termasuk saya!), dan mencetak kesuksesan besar. Langkah beresiko ini sukses melejitkan Guardians of the Galaxy, tapi apakah langkah ini cocok untuk Thor? Entahlah. Sebagian fans garis keras mungkin akan menyuarakan kekecewaannya (walaupun tetap aja nonton), namun kritikus dan audiens terang menyukainya. Ada satu hal yang perlu diingat: MCU hadir untuk menggaet lebih banyak penonton dan fans. Film-film MCU hadir untuk mempopulerkan comic - yang sebelumnya hanya disukai oleh minoritas - menjadi pop culture generasi gres yang dapat disukai oleh lebih banyak orang.

Saya banyak baca bahwa begitu banyak orang (terutama para fans) yang complain begini: MCU kebanyakan melawak. Spiderman, Ant-Man atau Star-Lord yang melawak masih dapat dimaklumi, tapi Thor? Emh.. saya ga paham ya komik Thor sendiri gimana, tapi saya merasa Thor: Ragnarok ini mewakili pembaharuan gres yang diinginkan pihak studio. Series Thor sendiri sebetulnya berdasarkan saya sifatnya lebih comedic, namun komedinya nanggung banget. Karena itu sepertinya studio ingin menciptakan konsep gres series Thor lewat Ragnarok yang kira-kira menyerupai ini, "Sudah skalian aja kita bikin film ketiga Thor ini ringan, kocak, penuh fantasi, dengan style yang artistik yang colorful!". Komedi Thor:Ragnarok bahkan punya porsi lebih banyak daripada Guardians of the Galaxy. Entah apakah kau tertawa dengan lelucon-leluconnya, namun saya yang tertawa dengan film-film Adam Sandler dan salah satu film komedi favorit saya yakni White Chicks, saya dibentuk tertawa lepas nonton ini. Mungkin alasannya yakni saya masuk gedung bioskop SUDAH TAHU saya bakal nonton film superhero yang ringan dan kocak, dan sesungguhnya banyolan Thor: Ragnarok ini fresh and fun. Kalau ada yang protes bahwa film ini menyerupai parodi, emang itu tujuannya.
Grandmaster: Here's the deal, god of thunder: if you want to go back to Ass... Ass-wherever you came from...Thor: ASGARD!
(Lihat, bahkan mereka memang ingin menertawakan konsep superhero dewa-dewa ini dengan menertawakan nama negeri asal Thor)

Biarpun Thor yakni anak Dewa, tapi boleh dibilang sebetulnya kelakuannya ga kayak dewa-dewa yang bijak (seperti Superman, misalnya). Thor digambarkan punya sifat pemarah dan keras kepala yang tidak terlalu dapat ditanggapi dengan serius. Ia mungkin Dewa, namun di bumi kelakuannya terang konyol. Sebagai tuhan ia bahkan kalah leadership dari Captain America atau Iron Man (Thor: "I don't hang with the Avengers anymore. It all got too corporate"). Karena itulah sepertinya lewat Thor: Ragnarok ini studio punya visi ingin mencitrakan Thor secara refresh dan berbeda. Thor tidak hanya kehilangan palu dan rambut yang menjadi ciri khasnya selama ini, namun studio juga ingin menonjolkan sisi lain dari Thor. Skalian aja dibentuk si Dewa ini tampak konyol dengan selera humor tinggi. Film yang naskahnya dikerjakan bertiga oleh Eric Pearson, Craig Kyle, Christopher Yost ini juga memanfaatkan Chris Hemsworth yang rupanya berbakat sebagai pemain film komedi, apalagi sehabis kiprahnya sebagai perjaka seksi tapi terbelakang di reboot Ghostbuster (2016). Ragnarok ini juga berhasil menyebabkan Thor sebagai benar-benar bintangnya tanpa tertutupi Loki maupun Hulk, dan menampilkan pemungkas yang baik bagi perjalanan huruf Thor dari si anak yang seenaknya sendiri menjadi anak yang berjuang menyelamatkan Asgard. Biarpun diperankan perjaka paling ganteng di Avengers, kenyataannya pesona Thor sejauh ini kalah dibandingkan huruf lain menyerupai Iron Man, Captain America, atau bahkan Star-Lord. Namun Thor: Ragnarok ini menyebabkan Thor menjadi huruf yang sekarang jadi sama menonjolnya dan lebih likeable.

Tidak hanya selera komedinya yang menyerupai Guardians of the Galaxy, saya juga merasa atmosfernya senada dengan Guardians of the Galaxy. Saya dulu kesulitan menghubungkan antara Asgard dengan realita bumi dan universe milik Guardians of the Galaxy, namun Thor: Ragnarok ini hasilnya berhasil menampilkan hubungan "universe"-nya dengan universe milik Guardians of the Galaxy (dan Thanos). And oh my God, saya menyukai setiap keseruan yang ada di Planet Sakaar! Planet ini mungkin bukan planet terbaik di alam semesta, tapi setidaknya kotanya yang colorful, penduduknya yang unik, serta kehadiran Grandmaster (Jeff Goldblum) yang jahat tapi kocak ini yakni alasan-alasan yang bikin planet ini menarik. Kita menyerupai diajak masuk ke perpaduan pabrik coklat Willy Wonka plus film sci-fi 80an versi MCU. Saya juga menyukai desain artistiknya yang sangat vibrant dan candy colored, dengan fashion style retro costume yang artsy, ditambah dukungan scoring music elecronic synthetizer dari Mark Mothersbaugh yang super asyik. Mungkin ini satu-satunya MCU series yang scoring music-nya saya suka (harus diakui, scoring music DCEU sejauh ini lebih juara). Oh, dan jangan lupakan juga The Immigrant Song dari Led Zeppelin yang super keren pada action scene-nya.

Namun memang, dongeng Thor: Ragnarok ini sendiri sebetulnya sangat sederhana. Ada musuh, kemudian dilawan (ya emang dimana-mana gitu sih). Tapi tho film-film Thor yang lain juga tidak pernah kompleks dan complicated. Biarpun menyerupai biasa Cate Blancett bermain dengan baik sebagai sang villain, namun tetap saja Hela bukanlah villain yang luar biasa. Salah satu informasi terbesar dari film ini yakni bahwa ada banyak momen tragis yang seharusnya dapat ditangisi, namun penonton tidak diajak untuk meresapi momen-momen dramatis itu. Mungkin ini yakni keputusan yang harus diambil mengingat misi Thor: Ragnarok ini memang sebuah film fantasi yang fun - dan tidak seharusnya penonton cemas apakah Asgard akan hancur atau tidak, alasannya yakni tho kita tidak tinggal di sana. Tapi seharusnya ada momen-momen sedikit mengharukan atau menyedihkan, alasannya yakni Thor: Ragnarok ini kurang "main perasaan". Bandingkan dengan Guardians of The Galaxy, misalkan... yang walaupun humornya dominan, namun masih ada hal-hal yang menyentuh hati. (*Spoiler* Hancurnya Groot di GotG 1 atau simpulan hidup Yondu di GoTG 2 menciptakan kita bersedih. Tidak menyerupai simpulan hidup Odin dan Skurge atau kehancuran Asgard yang terasa berlalu begitu saja di Thor: Ragnarok ini. *Spoiler ends*).

Overview:
Tidak selamanya film ketiga selalu lebih buruk daripada film pertamanya. Di bawah instruksi Taika Waititi, Thor: Ragnarok yakni film terbaik dibandingkan film-film Thor sebelumnya. It's fun, full of humor, and visually stylish. Thor hasilnya mendapat panggung terbaik yang menonjolkan dirinya sebagai sang God of Thunder. Biarpun ceritanya sendiri klise dan harusnya ada banyak momen yang butuh "main perasaan", secara keseluruhan Thor:Ragnarok tetaplah tontonan berkelas nan menghibur. 

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Thor: Ragnarok (2017) (4/5)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel