Justice League (2017) (2,5/5)


RottenTomatoes: 40% | IMDb: 7,2/10 | Metascore: 45/100 | NikenBicaraFilm: 2,5/5

Rated: PG-13
Genre: Action, Adventure, Fantasy

Directed by Zack Snyder ; Produced by Charles Roven, Deborah Snyder, Jon Berg, Geoff Johns ; Screenplay by Chris Terrio, Joss Whedon ; Story by Chris Terrio, Zack Snyder ; Based on Justice League by Gardner Fox ; Starring Ben Affleck, Henry Cavill, Amy Adams, Gal Gadot, Ezra Miller, Jason Momoa, Ray Fisher, Jeremy Irons, Diane Lane, Connie Nielsen, J. K. Simmons ; Music by Danny Elfman ; Cinematography Fabian Wagner ; Edited by David Brenner, Richard Pearson, Martin Walsh ; Production companies DC Films, RatPac Entertainment, Atlas Entertainment, Cruel and Unusual Films ; Distributed by Warner Bros. Pictures ; Release date November 17, 2017 (United States) ; Running time 120 minutes ; Country United States ; Language English ; Budget $300 million

Story / Cerita / Sinopsis :
Selepas kematian Superman, Bruce Wayne alias Batman (Ben Affleck) berhubungan dengan Diana Prince alias Wonder Woman (Gal Gadot) untuk membentuk aliansi superhero demi melawan kedatangan musuh.

Review / Resensi :

APAAA??! BARU REVIEW JUSTICE LEAGUE???!!

(Mohon maaf, review ini mengandung ranjau spoiler).

Saya tahu me-review ini sangat basi. Kalau saya ngejar visitors ke blog ini, seharusnya saya sudah nge-review dikala filmnya diputar pertengahan November lalu. Tapi ada daya, sehabis nonton ini (alhamdulillah, kali ini nontonnya sama patjar ga sendirian), saya nggak punya cukup waktu dan (terutama) good mood untuk nulis reviewnya. Alhasil, saya gres bisa bikin review-nya hampir satu bulan kemudian... Dan inipun saya bisa ngebelain untuk bikin reviewnya, lantaran nafsu banyabicara saya tidak mengecewakan besar. 

Ketika menulis review ini, saya berusaha mengais-ngais ingatan saya soal Justice League. Dan sejujurnya, ingatan saya soal film ini kenapa buruk-buruk semua ya. Yang terbayang pertama kali yakni wajah masam kekasih saya yang keluar bioskop sambil bersungut-sungut. Saya tahu semenjak nonton trailernya (yang terlihat cukup buruk), ia berusaha tidak terlalu berekspektasi tinggi soal Justice League - apalagi mengingat reputasi film-film DCEU yang sejauh ini memalukan dibandingkan MCU, namun ia tidak menyangka bahwa ternyata risikonya akan seburuk ini. Saya teringat komentarnya, "Fans DC ga usah sibuk membela film-film DC dengan menjatuhkan film-film MCU. Harusnya fans DC sejati aib dan murka film-film DC dibentuk jadi seburuk ini!". Dan kamipun sibuk berdiskusi sambil nyinyir. Selain itu, yang terbayang berikutnya ketika berusaha mengingat-ngingat film Justice League ini yakni nada-nada catchy yang keluar dari verbal Jason Momoa sebagai Aquaman dikala berkata, "My man!" dan "Alright!", serta pemandangan si Jason Momoa berjalan dengan gagah keluar dari kafe sambil membuang botol bir yang gres saja ia tenggak. Entahlah, nancep banget itu di ingatan. BECAUSE IT'S SO DAMN CHEESY!

Fans DC, yang sabar ya semuanya. Nggak usah lah marah-marah ke Rotten Tomatoes dan menuduh situs itu berkonspirasi dengan Disney/Marvel untuk menjatuhkan DC, lantaran situs itu kerjanya cuma ngumpulin pendapat kritikus doank, bukan punya kritikus sendiri. Dan emang film-film DCEU parah-parah semua kok! (Kecuali Wonder Woman, ya). 

Salah satu kritikan terbesar yang ada pada film Batman v Superman : Dawn of Justice yakni film itu kurang fun dan terlalu serius. Bagi saya pribadi sih, jikalau memang DCEU menempatkan posisinya sebagai film-film superhero yang realis dan dark, maka bukanlah problem untuk terlalu serius. Tengoklah The Dark Knight atau Captai America: Winter Soldier yang serius, minim humor dan lebih cocok utuk penonton dewasa, tapi kerennya pakai banget. Bagi saya kekurangan BvS lebih kepada scriptnya yang kacau dan membosankan, serta kurang unsur thrilling yang bikin kita tegang kemudian bisa berdecak kagum. Nah, Justice League ini sepertinya berusaha menerjemahkan kritikan "terlalu serius" itu dengan berusaha menyelipkan unsur humor supaya tampil sedikit santai dan tidak terlalu membosankan. Tapi tapi tapi... jatuhnya malah norak dan murahan. Saya hingga heran apakah orang-orang di belakang Justice League yakni orang-orang amatir di dunia perfilman. Kerasa sekali bahwa visi DCEU sama sekali tidak sekuat MCU. Perubahan ke arah kelewat ringan dan santai justru membuat Justice League terasa inkonsisten dengan film-film yang dibentuk sebelumnya.

Bagi saya, naskahnya yakni kesalahan yang paling fatal bikin Justice League ini hancur lebur. Kekasih saya (sorry saya harus sering menyebut-nyebut dirinya lantaran sebagian pengetahuan dan rujukan movie-comic saya dari doi), sedari awal sudah bisa menebak alur kisah Justice League ini. Pendekatan DC sangat jauh berbeda jikalau dibandingkan MCU. MCU berusaha membangun universe-nya pelan-pelan dengan cara menciptakan satu-satu film setiap jagoannya lantas mengumpulkannya di selesai fase. Sementara DC, berhubung udah telat start, menentukan eksklusif mengumpulkan jagoannya terlebih dahulu lewat Justice League dengan hanya gres mengenalkan Wonder Woman, Superman, dan Batman. Otomatis, ada beban mengenalkan superhero-superhero lainnya lewat Justice League sebelum melaksanakan petarungan epik. Kekasih saya pun beropini, dalam durasi dua jam yang terbilang singkat, Justice League punya beban kisah yang padat: harus mengenalkan masing-masing superhero, memberi mereka alasan untuk bersatu, memperkenalkan sang villain Steppenwolf dan apa motifnya, kemudian menampilkan pertarungan sengit. Kekasih saya pun menebak sudah niscaya senjata untuk ngalahin si villain yakni Superman, dan si Superman ini harus muncul di dikala kritis. Sangat simpel ditebak.

Saya juga mengharapkan ada sedikit "kerumitan" dalam ceritanya, tapi ternyata ceritanya sangat sederhana, dan entah bagaimana semuanya terasa sangat konyol. Setiap permasalahan yang ada solusinya ditemukan hanya dalam beberapa dikala kemudian dan kayak terlalu simpel dan nggak pakai mikir sama sekali. Contoh, gimana Cyborg yang (ngakunya) tidak bisa mengendalikan kemampuan dirinya tiba-tiba bisa jadi sangat andal dikala dibutuhkan, atau ketika Superman yang lagi gendeng tiba-tiba jadi normal lagi lantaran sang kekasih muncul di waktu yang sempurna (untungnya si Louis Lane ga kejebak macet di jalan). Saya hingga mikir, ini yang nulis naskah apa nggak berguru dari kesalahan yang menciptakan film-film DC jadi bulan-bulanan kritikus selama ini? Justice League semakin menegaskan reputasi Zack Snyder yang dikenal sebagai sutradara yang naskah filmnya selalu kacau. Saya bahkan merasa Justice League ini jauh lebih buruk daripada Suicide Squad maupun BvS.

Kalau mau dibandingkan dengan Avengers, saya merasa konflik-konflik yang muncul lebih "kaya" di film tersebut. Sebuah aliansi superhero yang berusaha untuk membentuk kerjasama yang solid, walau harus disertai dengan berantem-berantem terlebih dahulu. Siapa yang memimpin eksklusif jelas, dan mereka punya strategi-strategi yang diperhitungkan dengan baik. (Terlepas, konflik yang muncul di Avengers dan Avengers: Age of Ultron basically disebabkan oleh mereka sendiri!). Sementara Justice League ini.... ya ampun payah sekali. Kalau misal dua klub superhero ini ditandingkan, saya yakin Justice League ini keok duluan. Batman, yang seharusnya menjadi pemimpin besar dari superhero league ini nyatanya mendapat porsi paling..... memalukan. Pertama, Batman ga yakin dengan keputusannya "membangunkan" Superman. Kedua, dikala Superman tiba-tiba jadi gendeng, gimana bisa Batman muncul terlambat sementara yang lain udah bertarung duluan, dan pas Superman ngeliat si Louis Lane, dilemparkan ajalah si Batman ini "semudah" itu kayak kita biasa ngelempar pakaian kotor ke keranjang. Ketiga, pas adegan titik puncak menuju pertarungan dengan Steppenwolf - di dunia antah berantah -, Batman dan kawan-kawannya nggak punya taktik dan perencanaan terang apa yang harus mereka lakukan. Saya malah lupa-lupa ingat si Batman ini ngelawan siapa sih pas climax scene. Dan kenapa sih pas mau berantem lawan musuh mereka ga nungguin Superman yang susah-susah mereka hidupkan lagi?

Ya Tuhan, saya merasa Justice League ini lebih sempurna untuk disebut Superman dan kawan-kawan kecilnya. Superman ini nabi deh kayaknya. Ga ada jelek-jeleknya doi.

Oke, naskah sudah sekacau dan sekonyol itu ya. At least beri kami penonton pertarungan yang epik!

Ternyata.... enggak bagus-bagus juga. Saya cuma suka adegan kuda-kudaan para warrior wanita di Themyscira. Selebihnya.... lame. Saya merasa CGI paradaemon dan steppenwolf-nya sangat mengganggu. Kurang stylish. Pun action fight scene-nya juga.... kurang stylish. Budget 300 juta dollar terbuang dalam kesia-siaan. Apalagi konon katanya budget itu banyak terpotong untuk pengaruh CGI ngilangin brengos si Superman. Saya juga berharap ada momen-momen cool ketika setiap jagoan tampil di layar (sebagaimana Wonder Woman muncul di BvS untuk pertama kali yang emang keren banget), tapi ternyata.... ya enggak ada juga. Yang keren malah kemunculan Deathstroke di post-credit scene.

Hmm.. apalagi ya yang belum saya sebutkan. Oh ya, adegan desa yang kebingungan diserang oleh alien. Yang rupanya... cuma berisi satu keluarga ya. Yeah, right. Ga bisa bayar figuran, masbro?

Overview : 
Justice League seperti film yang terasa dikerjakan dengan.... malas-malasan. Terutama, scriptnya. Padahal, ini yang selalu menjadi materi kritikan kebanyakan orang. Ceritanya terlalu ringan dan sederhana, simpel ditebak, kurang kuat, dan terasa sangat konyol. Justice League berusaha sedikit ibarat MCU dengan menambahkan unsur fun, namun buat saya hal ini malah membuatnya terasa tidak konsisten dan cheap. Action scene-nya juga tidak terlalu spesial, tidak ada momen yang bisa bikin semacam moviegasm di dalam bioskop. Batman tampak ibarat pemimpin yang ceroboh, dan abjad lain juga tidak terlalu membantu.

Oh, come on... is it that bad? Yes. 

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Justice League (2017) (2,5/5)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel