Her (2013)


“She's not just a computer!” – Theodore. 

RottenTomatoes: 94% 
IMDb: 84/100 
Metascore: 91/100 
NikenBicaraFilm: 4/5

Rated: 
Genre: Drama, Romance 

Directed by Spike Jonze ; Produced by Megan Ellison, Spike Jonze, Vincent Landay ; Written by Spike Jonze ; Starring Joaquin Phoenix, Amy Adams, Rooney Mara, Olivia Wilde, Scarlett Johansson ; Music by Arcade Fire ; Cinematography Hoyte van Hoytema ; Editing by Eric Zumbrunnen, Jeff Buchanan ; Studio Annapurna Pictures ; Distributed by Warner Bros. Pictures ; Release dates October 13, 2013 (NYFF), December 18, 2013 (United States) ; Running time 126 minutes ; Country United States ; Language English

Story / Cerita / Sinopsis : 
Di dunia masa depan, seorang laki-laki introvert berjulukan Theodore Twombly (Joaquin Phoenix) yang juga berprofesi sebagai penulis “surat cinta” gres saja mengalami kegagalan pernikahan. Ia kemudian memutuskan untuk membeli sebuah teknologi canggih OS berjulukan Samantha (Scarlett Johansson) dan menemukan dirinya jatuh cinta kepada kegiatan komputer itu.

Review / Resensi : 
Ceritanya sudah cukup absurd: seorang laki-laki jatuh cinta kepada sebuah kegiatan komputer. Kamu tidak akan merasa kaget kalau sebelumnya sudah pernah mengenal sang sutradara, Spike Jonze yang sebelumnya dikenal berkat film-film yang sama absurdnya. Saya sendiri mengenal nama Spike Jonze alasannya doi yang menyutradarai video klip The Suburbs-nya Arcade Fire yang cool banget itu, sebelum balasannya tahu kalau doi jugalah yang menyutradarai film Being John Malkovich (1999) dan Adaptation (2002) yang naskahnya ditulis oleh penulis “gila” Charlie Kauffman. Dua film itu saya tonton waktu masih SD-SMP, dan saya tolong-menolong nggak begitu inget wacana dua film itu – kecuali yang saya inget film itu ceritanya memang cukup freak dan saya yang masih innocent kala itu (*sampai kini juga masih innocent sih*), nggak begitu paham.

Ini yaitu naskah feature film pertama yang ditulis sendiri oleh Spike Jonze. Kabarnya butuh 5 bulan bagi Jonze untuk menulis naskah Her, dan tidaklah sia-sia ketika piala Oscar tahun 2014 ini siap menantinya di katagori Best Director dan Best Screenplay. Her mendapatkan review cukup faktual dari kritikus film maupun beberapa movie-blogger Indonesia yang saya baca. Yeah, it seems everybody like this movie.............................................but me. I don’t want to sounds like a smart-ass, but I found myself a little bored while watching this movie. Entah alasannya durasinya yang kepanjangan, atau alasannya saya nontonnya alone di malam Valentine. Anyway, sebaiknya saya membahas Her dari dua hal: hal yang menyebabkan film ini “indah” dan hal yang menyebabkan film ini “not-that-good” buat saya.

WHAT MAKES HER SO BEAUTIFUL.....

Film ini memang mempunyai sebuah kisah cinta yang “unik” dan boleh dikatakan sebuah sindiran yang halus sekaligus satir bagi world-society ketika ini yang sudah gila-teknologi. Sebuah fenomena sosial yang saya perhatikan yaitu bahwa semakin maju suatu teknologi – maka insan justru makin individual dan sedikit anti-sosial. They stop listen other people, but want everyone to listen them. Sosok “Samantha” yaitu semacam solusi bagi dunia semacam begitu, sebuah “robot” yang bisa menuntaskan problemmu – mulai dari sekedar merapikan hard drive mu hingga menjadi semacam “teman” yang akan setia mendengarkanmu.

 Dalam durasi 126 menit, kau mungkin hanya akan melihat muka Joaquin Phoenix yang berkumis tebal dan percakapan-percakapan maya antara dirinya dan Samantha. Walaupun Scarlet Johansson nggak keliatan mukanya sama sekali namun luar biasanya chemistry keduanya begitu berpengaruh dan terasa. Chemistry yang berpengaruh itu terang berkat naskah yang juga ditulis oleh Spike Jonze, melalui dialog-dialog so-sweet antara keduanya. Sulit untuk tidak jatuh cinta pada Samantha, pada suaranya yang terdengar enerjik, menyenangkan dan sexy – dan ScarJo melakukannya tanpa perlu muncul di layar sedikitpun, sehingga aktingnya boleh dikatakan hanya melalui bahasa ekspresi saja. Joaquin Phoenix terang telah memperlihatkan perfomance akting yang luar biasa, terutama alasannya doi boleh dikatakan hanya berbincang – bincang sendirian. Aktingnya sebagai Theodore bisa menampilkan sisi kerapuhan yang terasa manis sekaligus menyedihkan – and yeah he looks like a guy that so much in love, and that’s so cute! Kemunculan Amy Adams sebagai Amy, sahabat Theodore juga cukup mencuri perhatian (she looks humble and loveable)– begitu pula dengan Rooney Maara sebagai Catherine, Theodore’s ex-wife yang karakternya begitu tegas dan “nampar”. And yeah Rooney Maara anggun banget di sini (pantes Theodore desperate banget nggak mau cerai).

Spike Jonze, dengan sinematografer Hoyte van Hoytema menampilkan gambar dengan tone yang terasa pucat dan lembut, dengan ruang-ruang modern yang tampak "kosong" seperti memperlihatkan rasa kesepian seorang Theodore, dan itu menyebabkan Her begitu indah untuk disaksikan. Penggunaan teknologi modern pada setting dunia di masa depan mungkin memang terasa kurang memuaskan dari segi kuantitas, namun toh ini bukan science-fiction movie. Music scoring yang disisi oleh grup musik Kanada, Arcade Fire juga menciptakan sentuhan yang soooo-indie pada film ini, dan hanya dengan petikan gitar, dentingan piano ataupun bunyi-bunyian nggak terang menciptakan film ini begitu hidup dan cool.

 WHAT MAKES HER NOT-THAT-GOOD..... 
(for me) 

Nah, ini saya agak ragu-ragu sebenarrnya untuk menjabarkannya. Ada dua hal yang sepertinya cukup mengganggu buat saya, pertama: saya menemukan diri saya cukup bosan selepas 30 menit pertama. Mungkin alasannya Her dipenuhi sekedar dialog-dialog panjang lebar yang terdengar pintar dan cerdas (you know, everyone praises Spike Jonze’s screenplay, and he gets his Oscar nomination in Best Screenplay catagory), namun sepertinya saya kurang pintar untuk berhasil menemukan interest saya di sini. (FYI, saya juga belom nonton Before Sunset/Sunrise/Midnight). Cukup sulit untuk menjaga konsistensi mood menonton saya sepanjang saya, dan bagi saya itu alasannya tidak ada momen yang benar-benar menonjok. Hubungan Theodore dan Samantha memang dipenuhi konfliks yang cukup kompleks (jelas aja lah, Samantha kan kegiatan komputer), namun saya tidak mencicipi diri saya terseret oleh permasalahan antara keduanya. Satu-satunya momen yang mengesankan yaitu ketika Theodore berlari-lari ibarat orang gila (karena cinta) dengan OS Samantha di sakunya – mereka sedang berkecan dan ini sangat manis.

 Kedua, yeah harus diakui: it’s about a whole concept. Fallin in love with your computer? Mungkin Spike Jonze menjadikannya impossible relationship ini terasa manusiawi dan manis, namun sepanjang film ini berjalan saya justru merasa sebaliknya. Jujur saja, ketika banyak orang bilang kisah cinta ini unik dan romantis, saya justru terjebak pada mood sarkastik saya untuk menyampaikan bahwa kisah cinta ini begitu abnormal, freak, ridiculous and creepy... I mean, once again, fallin in love with your computer? Se-anti-sosial apa seseorang untuk balasannya lebih menentukan jatuh cinta kepada komputer? Theodore is so pathetic! Nah, sepertinya sarkasme menguasai diri saya sepanjang menonton film ini dan itu yang menciptakan Her tidak terlihat “indah” di mata saya – sebaliknya, terasa sangat konyol. Ingin rasanya mengguncang-guncang Theodore semoga sadar bahwa beliau sedang mempermalukan dirinya sendiri. Yeah, ini murni subyektivitas dari saya, jadi tolong saya jangan dikatain Namun menariknya, perspektif saya ini hanya disetujui oleh Catherine, si mantan istri Theodore – sedangkan teman-teman Theodore lainnya justru mendapatkan “creepy-relationship” antara Theodore dan Samantha, dan ini menciptakan Her tidak jatuh pada sebuah film yang klise dan predictable.

Overview: 
Her menciptakan saya dilema. Di satu sisi, film ini begitu brilian: naskah yang cerdas, sinematografi yang cantik, music scoring indie yang asyik, dan performance Joaquin Phoenix dan Scarlett Johansson yang menonjol. Namun di lain sisi, saya tidak bisa menahan diri untuk mencegah jiwa sarkasme saya mempertanyakan main concept Her wacana relasi seorang laki-laki dan kegiatan komputer yang alih-alih manis dan so sweet, sebaliknya konyol, menyedihkan dan........ creepy.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Her (2013)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel