Pulp Fiction (1994)



"Yes you did. Yes you did! You tried to fuck him. And Marcellus Wallace don't like to be fucked by anybody except Mrs. Wallace,"

RottenTomatoes: 94% | IMDb: 9/10 | Metascore: 94/100 | NikenBicaraFilm: 4,5/5

Rated: R | Genre: Action, Drama

Directed by Quentin Tarantino ; Produced by Lawrence Bender ; Screenplay by Quentin Tarantino ; Story by Roger Avary, Quentin Tarantino ; Starring John Travolta, Samuel L. Jackson, Uma Thurman, Harvey Keitel, Tim Roth, Amanda Plummer, Maria de Medeiros, Ving Rhames. Eric Stoltz, Rosanna Arquette, Christopher Walken, Bruce Willis ; Cinematography Andrzej SekuĊ‚a ; Edited by Sally Menke ; Distributed by Miramax Films ; Release dates May 1994 (Cannes), October 14, 1994 (US) ; Running time 154 min. (Theatrical), 168 min. (Special Edition) ; CountryUnited States ; Language English ; Budget $8.5 million ; Box office $213,928,762

Story / Cerita / Sinopsis :
Pulp Fiction adalah dongeng perihal 2 orang pembunuh bayaran (John Travolta & Samuel L. Jackson), bos durjana (Ving Rhames) serta istrinya (Uma Thurman), seorang petinju (Bruce Willis), dan dua orang perampok kelas teri (Tim Roth & Amanda Plummer).

Review / Resensi:
As a movie newbie, saya harus mengakui bahwa sejauh ini saya gres mengalami Tarantino experience lewat Inglorious Basterds (2009), Death Proof (2007) dan The Django Unchained (2012). Saya belum sempat nonton Kill Bill (2003) dan Reservoir Dogs (1992). Pulp Fiction (1994) menjadi film keempat Quentin Tarantino yang saya tonton, dan entahlah, menulis review-nya agak sulit buat saya. Kenapa sulit? Karena kalo boleh jujur, sesudah nonton saya merasa bahwa Pulp Fiction yaitu sebuah film yang cool dan entertaining, tapi lebih dari itu? - saya tidak terlalu yakin. Saya tahu ada yang salah sama saya, alasannya yaitu itulah sebelum nulis review ini butuh semacam riset mengenai mengapa film ini lebih dari sekedar keren dan menghibur, tapi juga diakui menjadi salah satu film terbaik masa 90-an dan menjadi salah satu film paling besar lengan berkuasa di dunia perfilman. Pulp Fiction bahkan memenangkan Palm d'Or di ajang Cannes, mendapat nominasi Best Film (kalah sama Forrest Gump, and many people was mad about that fact) dan memenangkan Best Original Screenplay di piala Oscar. Tampaknya alasan utama kenapa saya kesulitan memahami betapa hebatnya film ini yaitu alasannya yaitu saya menontonnya telat 20 tahun. Agak sulit menilai Pulp Fiction dengan kacamata kekinian, plus apalagi pengetahuan film saya terbilang masih minim. Tapi kalau menyadari bahwa film ini dirilis dua dekade yang kemudian dan sesudah membaca banyak artikel, saya sedikit lebih paham. And I totally get it why Pulp Fiction is one of the greatest postmodern film.

The Plot

Salah satu hal paling khas dari Pulp Fiction yaitu alur filmnya yang berjalan secara paralel dan non-linear. Alur film Pulp Fiction yang terbagi menjadi beberapa bab ini berjalan secara tidak berurutan. Tidak usah takut film ini akan jadi membingungkanmu sebagaimana Memento (Christoper Nolan, 2000), secara umum Pulp Fiction hanya terbagi menjadi 3 part besar - dan mengikuti alurnya yang maju mundur ga sampe bikin bingung. It also brings a lot of fun and little twist at the end.

Selain itu, plot kisah Pulp Fiction seolah-olah menjungkir balikkan seluruh prasangka yang ada, seperti mendobrak keklisean film-film yang mungkin sering kau lihat. Hal-hal yang kau kira akan predictable, ternyata malah berjalan berbeda dengan sedikit sentuhan ironi ala black comedy. Sebagai contoh (agak spoiler) : ketika si Vincent Vega (John Travolta) mengajak makan malam istri bosnya, Mia (Uma Thurman) kau mungkin menyangka mereka berdua akan terlibat cinta terlarang - namun yang terduga sungguh jauh dari itu.

The Character

Yang juga menarik untuk dicermati yaitu betapa menariknya karakter-karakter yang ada di Pulp Fiction. Sekilas karakter-karakternya terlihat biasa saja: pembunuh bayaran, bos mafia, dan petinju. Namun kemudian naskah yang dikerjakan oleh Roger Avary dan Quentin Tarantino ini memasukkan unsur black-comedy dan ironi lain ke dalam karakter-karakternya, meramunya menjadi abjad yang terasa berbeda dengan jalinan dongeng yang tidak disangka: seorang pembunuh bayaran yang ceroboh, pembunuh bayaran yang suka mengutip ayat injil, bos durjana yang disodomi, istri bos durjana yang hobi menari twist dan petinju sangar yang sayang pacar.

Ada cukup banyak abjad di sini, namun yang paling fenomenal yaitu abjad Vincent Vega (John Travolta), Julie Winnfield (Samuel L. Jackson), Mia Wallace (Uma Thurman) dan Butch Collidge (Bruce Willis). Boleh dikatakan Pulp Fiction merevitalisasi karir John Travolta, Uma Thurman dan Bruce Willis. Bruce Willis, yang walaupun merupakan salah satu pemeran besar namun film-filmnya selain Die Hard flop di pasar, sesudah sukses bermain di Pulp Fiction alhasil bermain di film-film macam The Fifth Element, 12 Monkeys dan The Sixth Senses. Begitu pula John Travolta yang sempat pudar sesudah populer berkat film Grease dan Saturday Night Fever kemudian bermain di Get Shorty dan Face/Off. 

The Comedy & The Dialogues

Pulp Fiction bagaikan film yang memporakporandakan bayanganmu perihal film gangster sebelumnya. Ini sih kata artikel yang saya baca, soalnya saya sendiri hingga detik menulis ini belum sempat dan belum terlalu tertarik untuk nonton film-film gangster macam The Godfather, Goodfellas, Scarface, dan sebagainya. Adegan kekerasannya sendiri tidak dominan, padahal ini film perihal gangster. Sebaliknya, bersama-sama Pulp Fiction agak membosankan alasannya yaitu dipenuhi oleh banyak dialog. Seluruh karakternya sepertinya orang-orang yang doyan bicara. Tapi inilah kekuatan utamanya - ada pada dialog-dialognya yang smart dan kick-ass yang dibawakan oleh karakter-karakternya yang unik. Okelah, dialognya juga kelewat vulgar, dengan seringnya penggunaan kata nigger, motherfucker dan fuck - tapi filmnya sendiri konyol. Pulp Fiction is also a dark-comedy about gangster movie, siapa yang akan menyangka dua orang pembunuh bayaran akan ngobrol perihal "memijat-kaki" sesaat sebelum membunuh? Siapa juga yang menyangka bahwa Butch, petinju yang bernafsu - ternyata lemah terhadap pacarnya sendiri? Ada banyak kebetulan-kebetulan absurd juga yang memancing tawa. And the best comedy part for me: ketika dua orang pembunuh yang sebelumnya tampak necis dengan jas harus berganti pakaian dengan kaos dan celana pendek, ibarat turis yang jalan di pinggir pantai - they became look like two morons.




The Homage & Pop Culture

Seperti yang telah saya katakan di awal, yang menciptakan saya sedikit kesulitan memahami film ini yaitu jawaban pengetahuan film saya yang minim, terutama film-film yang dirilis sebelum tahun 2000 (tahun 90-an saya masih SD dan hobi nonton Doraemon, iya kalik saya SD udah nonton Pulp Fiction). Padahal, Pulp Fiction sendiri bagaikan homage untuk film-film klasik sebelumnya. Quentin Tarantino ibarat plagiator yang seenaknya mencomot bab dari banyak film-film klasik serta pop culture kemudian merangkainya menjadi sebuah film yang epik. Pulp Fiction kolam pesta nostalgia bagi moviegoers, dengan film-film yang turut menginspirasinya: The Good, the Bad and the Ugly (1966), A Clockwork Orange (1971), Deliverance (1972), Taxi Driver (1976) hingga Apocalypse Now (1979). Sayang saya masih belum nonton film-film itu semua sehingga sedikit kagak nyambung.

Overview:

Kalo kau mencari film gangster yang dipenuhi adegan-adegan action yang keren, Pulp Fiction tidak memperlihatkan itu. Sebaliknya Pulp Fiction yaitu karya cerdas yang memperlihatkan dunia gangster dengan perspektif yang "aneh". The characters are iconic and hilarious, and the script is brilliant.  Pulp Fiction tidak hanya diakui sebagai karya terbaik dari Quentin Tarantino, namun juga menjadi salah satu film postmodern paling besar lengan berkuasa di dunia perfilman. It is not easy for me to really appreciate this movie in the first place, however after read a lots of article about this movie, then gradually I figure out why this movie is so fcking cool!

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Pulp Fiction (1994)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel