Nymphomaniac Volume I & Ii (2013)


"They said that love was the secret ingredient in sex, 
but, to me, love was just lust, with jealousy added," - Joe 

RottenTomatoes: 75% (Volume I) / 60% (Volume II)
IMDb: 7,1/10 (Volume I) / 6,8/10 (Volume II)
Metascore: 64/100 (Volume I) /  60/100 (Volume II)
NikenBicaraFilm: 3,5/5 (Volume I) / 3/5 (Volume II)


Rated: NC-17 / Unrated
Genre: Drama

Directed by Lars von Trier ; Produced by Marie Cecilie Gade, Louise Vesth ; Written by Lars von Trier ; Starring Charlotte Gainsbourg, Stellan Skarsgård, Stacy Martin, Shia LaBeouf, Christian Slater, Uma Thurman, Sophie Kennedy Clark, Connie Nielsen, Jamie Bell, Willem Dafoe ; Cinematography Manuel Alberto Claro ; Edited by Volume I: Morten Højbjerg Both, Volume II: Molly Marlene Stensgaard ; Production company Zentropa Entertainments, Heimatfilm, Film i Väst, Artificial Eye, Les Films du Losange ; Distributed by France: Les Films du Losange, United States: Magnolia Pictures ; Running time Both Volumes: 241 minutes, 325 minutes (Uncut) ; Country Denmark, Belgium, France, Germany ; Language English

Story / Cerita / Sinopsis :
Seorang laki-laki paruh baya berjulukan Seligman (Stellan Skarsgard) tidak sengaja menemukan seorang perempuan yang terkapar di sebuah lorong gelap. Seligman menyelamatkan si perempuan dan membawanya pulang. Ternyata si perempuan itu, yang berjulukan Joe (Charlotte Gainsbourg / Stacy Marti) yaitu seorang pecandu seks. Ia kemudian bercerita mengenai kehidupannya dan bagaimana ia dapat hingga terkapar babak belur di lorong tersebut.

Review / Resensi :
I'm not familiar with Lars von Trier's movies before, ini yaitu film pertamanya yang aku tonton. Kaprikornus yang akan aku review di sini semata-mata mengenai film ini sendiri, tanpa dapat membandingkan dengan karya Lars von Trier sebelumnya, menyerupai Antichrist (2009) yang kontroversial itu, dan Melancholia (2012). Sejujurnya, yang bikin aku ingin tau yaitu review positif dari banyak orang mengenai film ini, dan -jelas- alasannya tema itu sendiri : seks. Lebih tepatnya, seorang perempuan yang kecanduan seks. Kurang kontroversial apa coba film ini untuk disaksikan? Dan posternya juga agak parah dan sensasional : menampilkan lisan ke-14 bintang film film ketika mengalami orgasme (go find it yourself).

Nymphomaniac terbagi menjadi dua chapter, chapter I yaitu kisah si Joe waktu muda, dan chapter II yaitu kisah Joe sehabis dewasa. Film ini berdurasi 5 1/2 jam (versi uncut) dan 4 jam (versi normal). Hell yeah, aku ga salah nulis. Durasinya memang sepanjang itu. Film ini memang semacam mengisahkan dengan detail bagaimana kisah hidup seorang Joe, yang kebetulan seorang nympho alias pecandu sex. Mulai dari kehidupan keluarganya, bagaimana masa remajanya, hingga bagaimana ia risikonya menikah. Kalau dipikir-pikir gotong royong adanya 2 chapter di film ini hampir menyerupai dengan Blue Is The Warmest Color (2013) yang juga terbagi menjadi 2 bagian, apalagi kedua film ini sama-sama berdurasi panjang, punya tokoh utama wanita, dengan kisah yang agak nyerempet. Bedanya satunya lesbian, satunya nympho.

Banyaknya review tidak mengecewakan positif dari banyak orang menciptakan aku berharap lebih pada film ini. Harapan itulah yang kemudian terjun dengan bebas ketika aku menontonnya. Let's see why:

THE GOOD PART:

Nymphomaniac : Volume I yaitu kepingan yang lebih baik dibandingkan dengan kepingan keduanya. Lars Von Trier memasukkan unsur-unsur puitis di ketika Joe bercerita ihwal kehidupan percintaannya yang liar.  Pada Volume I, Lars Von Trier menuturkan metafora - metafora yang cukup menarik dari kehidupan Joe. Sebagai contoh: ketika Joe bercerita bagaimana beliau "hunting" pria, dan si kakek Seligman, diperankan Stellan Skaarsgard (bapak mertua saya, by the way :p) malah seenaknya membandingkan proses berburu Joe dengan bagaimana ia memancing ikan. Lars Von Trier juga mengubah seluruh chapter kisah Joe ketika ayahnya masuk rumah sakit menjadi warna hitam-putih, yang sepertinya menjadi simbolisme kerisauan hatinya. Unsur - unsur puitis ini begitu artistik dan cukup indah, menyebabkan Nymphomaniac arthouse movie yang cukup menarik.

THE BAD PART :

I know this is a drama-art movie. Temanya yang kontroversial saja sudah terang menunjukkan bahwa ini yaitu film dengan sasaran audiens yang segmented. I'm already prepared when a black scene appeared on screen with a backsong from hard-core grup musik Rammstein, titled Führe mich. Saya bukan art-movie fans, tapi setidaknya aku punya semacam toleransi yang cukup tinggi untuk film-film begini. Tapi Nymphomaniac ini membosankan setengah mati.....

Probably the main kasus is I can't feel connected to the story. Sebenarnya bukan terhubung juga sih, emangnya aku nympho. Tapi bagaimana film ini tidak mempunyai kedalaman emosi yang aku harapkan. Saya tidak tahu apakah aku harus kasihan, sedih, benci atau tidak dengan abjad Joe. I couldn't feel anything at all, but tend to hate her. Joe yaitu seorang pecandu seks, tapi ia tidak kelihatan menikmati hubungan seks itu sendiri. Dan ini agak membingungkan. Kisahnya juga terasa dibuat-buat. Nymphomaniac juga dipenuhi oleh dialog-dialog yang menjemukan, terutama percakapan antara Seligman dan Joe. Percakapan ini menarik mungkin buat sebagian orang, tapi gatal sekali tangan aku untuk mencet tombol mempercepat film. Dan demi Tuhan, film ini berjalan 4 jam! Itupun versi yang sudah dipotong!

Saya juga agak dibikin sebel sama akting Stacy Martin (sebagai Joe muda) yang agak mengganggu. Entahlah, aku merasa Stacy Martin bukanlah the next Jennifer Lawrence. Ia mungkin berakting dengan baik ketika berpura-pura orgasme, tapi ketika berakting di adegan lainnya aktingnya terasa agak datar. She's just pretty, that's all. Saya juga merasa ada aura mengganggu pada Charlotte Gainsbourg yang berperan sebagai Joe dewasa, entah alasannya apa. Maybe because her accents, atau mungkin alasannya karakterisasi Joe sendiri yang ngambang. Perbedaan usia dan muka (dan tubuh) antara Joe muda dan Joe cukup umur juga terasa mencolok. Aura keduanya juga terasa sangat kontras dan tidak terlihat sebagai orang yang sama. Stacy Martin sebagai Joe muda masih agak fun and wild, sedangkan aura Charlotte Gainsbourg terasa sangat kelam dan depresif.

THE WORSE PART


(spoiler alerts)
Bagian paling jelek dari semua kisah Joe ini tentu saja yaitu endingnya. Buat yang sudah nonton niscaya tahu apa yang aku maksud. Ketika adegan selesai ini muncul saja seakan-akan ingin berteriak "Are you fcking kidding me?!". This ending ruin my mood, ruin the whole story, ruin everything. Seperti menjadi sebuah epilog yang terasa murahan. Ini ending paling menyebalkan yang pernah ada, alasannya aku terpaksa melihat kemaluan kakek-kakek (Saya tahu pake teknik body double, but still....)
(spoiler ends)

Anyway, how about the sex-scene? 
This movie is about sex-addiction, jadi masuk akal kalo kau akan melihat banyaknya adegan seks di film ini sendiri. Tapi bukan berarti Nymphomaniac menjadi film porno, sebaliknya adegan seksnya tidak terlalu vulgar kok, walaupun kepingan yang menunjukkan kemaluan para pemainnya terlihat dengan terang dan petualangan seks Joe yang liar melibatkan dongeng seks yang provokatif: mulai dari oral seks, (hampir) threesome dengan laki-laki dari ras yang berbeda, hingga masokis. Walaupun tidak kelewat porno, tapi ini terang bukan film yang dapat kau tonton bersama orangtuamu, bahkan atas nama seni atau apapun, kecuali kalau kau ingin terjebak di awkward situation.

Overview:
This movie, in my opinion, just a mediocre movie with controversial theme: sex addict. Nymphomaniac boleh jadi disajikan dengan visual yang menarik, metafora yang unik, dan obrolan yang muluk-muluk atas nama seni - but yet it still can't change my opinion: this movie is overrated, booooring and nothing too special. Akui saja, sebagian orang bertahan menonton ini alasannya tema seksnya. This movie shows that sex always sell. Always.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Nymphomaniac Volume I & Ii (2013)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel