Ex Machina (2015)


"Isn't it strange, to create something that hates you?"

RottenTomatoes: 92%
IMDb: 7,8/10
Metacritic: 78/100
NikenBicaraFilm: 4/5

Rated: R
Genre: Science-Fiction, Mystery & Suspense

Directed by Alex Garland ; Produced by Andrew Macdonald, Allon Reich ; Written by Alex Garland ; Starring Domhnall Gleeson, Alicia Vikander, Oscar Isaac ; Music by Ben Salisbury, Geoff Barrow ; Cinematography Rob Hardy ; Edited by Mark Day ; Production company DNA Films, Film4, Scott Rudin Productions ; Distributed by Universal Pictures ; International Release dates 21 January 2015 ; Running time 108 minutes ; Country United Kingdom ; Language English ; Budget $15 million

Story / Cerita / Sinopsis :
Caleb (Domhnall Gleeson) berhasil terpilih untuk berpartisipasi dalam eksperimen Turing-Test dengan mengevaluasi sebuah robot android perempuan yang mempunyai Artificial Intelligence (A.I.) berjulukan Ava (Alicia Vikander) yang diciptakan oleh Nathan (Oscar Isaac).

Review / Resensi :


(Resensi di bawah mungkin mengandung SPOILER)

Ekspektasi yang terlalu tinggi sebelum menonton sebuah film ialah sesuatu yang kadang menjerumuskan. Masalahnya, sebelum menonton kau sudah menerapkan standar yang cukup tinggi bagi film yang akan kau saksikan, dan dikala rupanya tontonan itu tidak mendekati standar yang kau harapkan, bisa jadi film berakhir dengan sedikit kekecewaan. Di luar apakah film itu gotong royong cukup bagus atau tidak. Ex Machina ialah salah satunya. Sebagai salah satu film 2015 yang paling saya nantikan, apalagi sesudah melihat trailernya yang super-thrilling, pada kesannya Ex Machina tidak memperlihatkan kesan berpengaruh dan mendalam yang saya harapkan. Padahal Ex Machina (dibaca dengan "C" yang menyerupai "K") cukup dipuji oleh banyak kritikus. Overrated? Perhaps. Tapi apakah Ex Machina ialah film yang buruk? Tidak juga.

Mengusung genre film science-fiction, jalinan dongeng yang ditulis oleh Alex Garland yang merangkap sebagai sutradara ini gotong royong bukanlah tipikal film sci-fi yang mewah dengan kemegahan imbas dan plot cerita. Malah kisahnya cenderung sederhana, dengan fokus utama ialah hal yang menjadi topik pembicaraan paling hangat di bidang penelitian Artificial Intelligence. Melalui tokoh Caleb (Domhnall Gleeson), kita diajak berkenalan dengan Ava, robot android dengan kecerdasan luar biasa, termasuk dengan "kesadaran" dimana si robot dengan desain muka yang anggun (diperankan oleh Alicia Vinkander) ini diberikan pemrograman yang serupa dengan apa yang dipunyai manusia: tenggang rasa dan seksualitas. Sebagai cowok yang dianggap netral, Caleb diminta oleh sang pencipta, Nathan (Oscar Isaac) untuk mengevaluasi kadar "kemanusiaan" Ava. Dan dongeng pun tidak berhenti hingga di situ, alasannya ialah ada unsur misteri lain yang harus kita pecahkan. Pertanyaannya, apakah Nathan bisa dipercaya? Apakah Ava bisa dipercaya?  Itulah yang kira-kira menjadi fokus misteri utama yang ingin dibangun Ex Machina dalam durasinya sepanjang 108 menit.

Lewat dialognya yang smart dan cenderung filosofis, Ex Machina hadir sebagai sebuah film yang cerdas. Terlampau cerdas sebenarnya, alasannya ialah percakapan antara Caleb dan Nathan kadang ga bisa saya pahami. Special effect yang dihadirkan juga terasa halus dan meyakinkan, terutama dalam mewujudkan robot android Ava yang separuh robot tapi entah bagaimana dengan proporsi tubuh idaman para wanita. To be honest, Domhnall Gleeson tidak memperlihatkan akting yang cukup meyakinkan, mungkin alasannya ialah saya masih terbawa aura naif dan awkward sebagaimana yang ia berikan pada Frank (2014) dan About Time (2013). Oscar Isaac hadir sebagai ilmuwan abnormal yang eksentrik, dengan tubuh yang terlalu baiklah untuk seorang nerd, namun masih bisa menampilkan aura misterius yang mencurigakan dan menyebalkan. Yang paling mencuri perhatian tentu saja ialah Alicia Vinkander yang berperan sebagai si android Ava, dengan mata bulatnya yang simpatik, bisa menghadirkan sosok Ava dengan begitu baik : separuh robot dan separuh manusia.

Oke, now let's talk about why I feel a little bit disappointed about this movie. Yang pertama, dan mungkin terbilang yang paling fatal, ialah koneksi antara Caleb dan Ava yang tidak terlalu dalam. Padahal, seharusnya pondasi film ini ada pada relasi keduanya, dan sayangnya bagi saya Alex Garland tidak cukup terampil dalam memperlihatkan koneksi yang meyakinkan antara keduanya. Interaksi keduanya dilakukan lewat percakapan basa-basi antara Caleb dan Ava yang dipisahkan oleh sebuah dinding beling tebal, sehingga rasanya tidak mungkin bagaimana keduanya kemudian tiba-tiba saling peduli satu sama lain (apalagi Caleb). Dan jikalau memang Alex Garland ingin membangkitkan rasa simpati kita kepada Ava, dimana jikalau kita benar-benar simpati sebagaimana yang dirasakan Caleb akan mengantarkan kita kepada twist tidak terduga di akhirnya, maka Alex Garland boleh dikatakan gagal. Because I feel no sympathy at all. Agak berbeda mungkin dengan apa yang telah dilakukan Spielberg lewat filmnya A.I. (2001) perihal robot anak kecil  (diperankan oleh Haley Joel Osment) yang menciptakan saya menangis bombay pada salah satu adegannya, padahal saya tahu anak kecil itu robot.

Hadir sebagai perpaduan genre science-fiction dengan mystery-suspense, maka sesungguhnya Ex Machina sudah cukup bagus dalam membawakan atmosfer yang menegangkan dan misterius, terutama dengan rumah kawasan tinggal Nathan yang walaupun modern dan futuristik namun juga meninggalkan kesan claustrophobic. Tapi ternyata suasana menegangkan itu tidak menyerupai yang kesan yang ditampilkan di trailerya. Kesalahan mungkin ada pada bahwa misterinya yang agak bisa gampang ditebak. Spoiler ahead: Dan oh man, apakah di dunia masa depan Caleb dan Nathan tidak pernah menonton film-film macam Terminator dan Blade Runner dimana kita TIDAK BOLEH PERCAYA dengan insan mesin? Bukankah itu sudah semacam pelajaran paling fundamental dari semua film bertemakan artificial intelligence? Dan mungkin alasannya ialah itulah, dikala diam-diam demi diam-diam kesannya terkuak, saya tidak diberikan twist yang cukup memuaskan dan hanya bisa mengutuki kelakuan Caleb yang bodoh.

Overview :
Sebuah film science-fiction yang gotong royong sederhana, namun sarat dengan muatan nilai etika dan filosofis yang bisa diambil. Alex Garland bisa membawakan Ex Machina sebagai sebuah film sci-fi dengan obrolan yang smart, didukung dengan special effect dan properti set yang stylish dan futuristik. Oscar Isaac tampil bagus, namun Alicia Vinkander ialah yang paling menawan. Sayangnya Ex Machina tidak sebagus itu. Hubungan kedua tokoh utama Caleb dan Ava yang seharusnya menjadi pondasi Ex Machina terasa kurang kuat. Misterinya agak gampang ditebak, dan filmnya tidak semenegangkan menyerupai yang diberikan melalui trailernya.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Ex Machina (2015)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel