Sideways (2004) (4,5/5)



Why are you so in to Pinot? 

RottenTomatoes: 96% | IMDb: 7,6/10 | Metascore: 94/100 | NikenBicaraFilm: 4,5/5

Rated: R
Genre: Drama, Comedy

Directed by Alexander Payne; Produced by Michael London; Screenplay by Alexander Payne, Jim Taylor; Based on Sideways by Rex Pickett; Starring Paul Giamatti, Thomas Haden Church, Virginia Madsen, Sandra Oh; Music by Rolfe Kent; Cinematography Phedon Papamichael; Edited by Kevin Tent; Production company Michael London Productions; Distributed by Fox Searchlight Pictures; Release dates October 22, 2004 (US); Running time 127 minutes; Country United States; Language English ; Budget $16 million

Story / Cerita / Sinopsis:
Miles (Paul Giamatti), seorang guru bahasa Inggris yang gres bercerai dari istrinya dan bermimpi untuk bisa mempublikasikan novelnya, mengajak sahabatnya Jack (Thomas Haden Church) dalam sebuah long-road trip mengunjungi sebuah perkebunan wine

Review / Resensi:
Film-film Alexander Payne yang gres aku tonton hingga ketika ini gres Election (1999) dan Nebraska (2013). Namun menyimak film-film yang pernah dikerjakan Alexander Payne lainnya: About Schmidt (2002) dan The Descendant (2011), kita tahu bahwa Alexander Payne adalah pakar dalam menciptakan film sederhana yang menyentuh. Sideways sendiri mempunyai aura yang sama dengan Election dan Nebraska, sebuah film drama dengan dongeng sederhana dalam balutan komedi yang sedikit satir. Sideways yang naskahnya juga dikerjakan Alexander Payne bersama Jim Taylor berhasil memenangkan Best Adapted Screenplay (film ini disesuaikan dari novel berjudul sama karangan Rex Pickett) pada ajang Piala Oscar tahun 2005, dan juga meraih nominasi Best Picture di ajang yang sama. 

Kekuatan Sideways terletak pada huruf - karakternya yang diperankan dengan brilian oleh para aktornya, terutama Paul Giammatti sebagai Miles dan Thomas Haden Church sebagai Jack. Menyorot Miles sebagai sang tokoh utama, Sideways akan mengajak kita mengenali huruf Miles yang depresif. Ia semi-alkoholik, pecinta wine, gres saja bercerai dari istrinya dan tidak bisa move on, hidupnya sebagai guru bahasa Inggris begitu monoton, dan satu-satunya harapannya ialah naskah novelnya yang sedang melalui proses seleksi untuk bisa dipublikasikan atau tidak. Tidak hanya nasibnya yang malang, sifat Miles sendiri begitu payah. Ia membosankan, tidak mau mengambil resiko, lemah, dan membiarkan dirinya sendiri larut dalam krisis kehidupannya sendiri. Lalu, entah bagaimana Miles bisa dekat dengan Jack yang mempunyai sifat yang jauh berbeda dari dirinya. Jack ialah mantan pemain film yang sedang beralih pekerjaan sebagai voice-over, ia tampan, dan tahu dirinya tampan. Ia akan menikah dengan kekasihnya dalam waktu satu minggu, dan memutuskan perjalanan yang akan ia lalui bersama Miles ialah party with another woman. Jack cerdik merayu, impulsif, self-centered, dan suka bersenang-senang. Kedua huruf utama ini, Miles dan Jack, terang bukan huruf heroik yang gampang disukai. Anehnya, huruf mereka ialah huruf manusiawi yang realistis dan menimbulkan simpati, sehingga kita bisa mengikuti perjalanan mereka yang kacau. Semakin kacau ketika Miles dan Jack terlibat korelasi dengan dua wanita yang mereka temui, Maya (Virginia Madsen) dan Stephanie (Sandra Oh).

Kalo dilihat sekilas, kedua huruf yang bertolak belakang ini kelihatan sulit dipercaya untuk bisa bersahabat. Namun naskah Sideways berhasil mempertontonkan momen-momen dimana mereka sesungguhnya ialah sahabat yang saling membutuhkan, hingga terang kenapa persahabatan mereka bisa bertahan dari dingklik kuliah hingga usia 40an. Miles yang control-freak, membutuhkan dorongan dari Jack untuk bisa sedikit melepaskan diri, begitu juga Jack yang susah dikontrol, membutuhkan Miles untuk bisa mengendalikan dirinya. Dan terlepas pertengkaran-pertengkaran yang ada, sesungguhnya keduanya saling support. Memerankan Miles, Paul Giammatti tidak perlu diragukan lagi. Aktingnya bisa menghidupkan huruf Miles dengan sangat luar biasa (adegan final ketika Miles bertemu dengan istrinya menunjukkan bahwa Paul Giammatti selayaknya dapet nominasi piala Oscar tahun itu). Ada aura 'melas' yang cukup annoying pada karakternya, alasannya ialah Miles kerap melaksanakan hal-hal bodoh, namun juga sulit untuk kita tidak bersimpati pada krisis kehidupannya yang begitu berat. Di lain sisi, Thomas Haden Church yang kabarnya telanjang ketika audisi (karena ada kiprahnya yang mengharuskan ia telanjang - this scene is hilarious). juga bisa menampilkan pesona Jack yang sulit untuk ditolak. Chemistry antara keduanya juga berhasil dibawakan dengan sangat baik, menciptakan Sideways mempunyai salah satu bromance terbaik yang pernah aku tonton di film. 

Kekuatan Sideways berikutnya terletak pada naskah dan narasinya. Sideways bukanlah sebuah film drama yang menyentuh lewat adegan-adegan dramatis, sebaliknya melalui sebuah kisah komedi yang kocak. Tidak akan membuatmu tertawa terpingkal-pingkal, namun komedi cerdasnya masih membuatmu tertawa di banyak momen. Sebut saja adegan ketika bermain golf, atau adegan Jack menabrakkan mobil. Dengan durasi yang kelewat panjang untuk sebuah film drama-comedy, Semakin mendekati final justru Sideways semakin lucu. Dan hal itulah yang menciptakan Sideways tidak pernah terasa membosankan. Seiring waktu berjalan, naskah Sideways juga bisa menyingkap dengan baik huruf mereka, serta apa yang bergotong-royong terjadi pada kehidupan Miles.

Selain kisah perjalanan Miles dan Jack yang menarik, Sideways juga berhasil membawa kita kepada obsesi Miles ihwal wine. Ia mungkin hopeless, namun obsesinya kepada wine ialah sesuatu yang menggairahkan kehidupannya. Saya tidak terlalu tertarik dengan wine, never ever taste it, tapi menonton Sideways membuat aku berharap kapan-kapan bisa mencobanya (tapi gag yakin bakal suka juga). Dan kabarnya Sideways juga berhasil menciptakan penjualan Pinot Noir (minuman wine favorit Miles) meningkat. 

Overview:
Sebuah film yang berkisah mengenai persahabatan dan mid-life crisis yang sederhana, namun terangkum padat dan menyentuh. Nuansa komedinya tidak akan membuatmu terpingkal, namun cukup lucu untuk menghiburmu dan membuatmu tertawa. Sideways menyoroti kehidupan yang malang, namun konklusinya diakhiri dengan cukup manis. Paul Giammatti dan Thomas Haden Church berhasil membawakan huruf Miles dan Jack menjadi sebuah huruf yang sempurna: realistis dan manusiawi. Sejauh ini Sideways ialah film favorit aku dari Alexander Payne. 

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Sideways (2004) (4,5/5)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel