Love, Rosie (2015) (3/5)


RottenTomatoes: 27% | IMDb: 7,2/10 | NikenBicaraFilm: 3/5

Rated: R
Genre: Comedy, Romance

Directed by Christian Ditter ; Produced by Robert Kulzer, Simon Brooks ; Written by Juliette Towhidi ; Based on Where Rainbows End by Cecelia Ahern ; Starring Lily Collins, Sam Claflin, Tamsin Egerton, Suki Waterhouse, Jaime Winstone, Christian Cooke, Lily Laight ; Music by Ralph Wengenmayr ; Edited by Tony Cranstoun ; Production company Canyon Creek Films, Constantin Film, Octagon Films ; Distributed by Lionsgate ; Release dates 17 October 2014 (Philadelphia International Film Festival), 22 October 2014 (United Kingdom), 30 October 2014 (Germany) ; Running time 102 minutes ; Country United Kingdom, Germany ; Language English


Story / Cerita / Sinopsis:
Rosie (Lily Collins) dan Alex (Sam Claflin) telah akrab semenjak kecil. Akankah persahabatan mereka menuju ke arah berbeda? 

Review / Resensi:
Kalau harus menilai film Love, Rosie ini secara objektif dan fair, maka saya harus bilang bahwa Love, Rosie bukanlah film bermutu. Tapi setiap orang niscaya punya semacam guilty pleasure, atau film yang jelek tapi tetap saja enjoyable untuk ditonton. Nah, kelemahan saya ada pada film-film romantis picisan semacam ini. Selama saya suka dengan karakternya dan pemain drama / aktrisnya, pasti deh saya tetap aja betah untuk nonton dari awal hingga simpulan - dengan banyaomong yang masih bisa ditahan. Perhatikan: saya harus suka sama pemain drama dan aktrisnya, dan karakternya nggak boleh annoying. Itulah kenapa saya nggak suka Twilight series, alasannya yakni karakternya (terutama Bella) sangat menyebalkan - yang bikin saya jadi nggak suka pula sama Katolik Stewart. Love, Rosie untungnya punya dua tokoh utama yang saya suka sehingga biarpun kelemahannya terang terlihat dimana-mana, tapi masih saja bisa menciptakan saya betah menonton dari awal hingga akhir. Anyway, Love Rosie yang disutradarai oleh Christian Ditter ini merupakan penyesuaian novel karangan Cecelia Ahern yang juga menulis P.S. I Love You. P.S. I Love You yang difilmkan tahun 2008 dan dibintangi oleh Hillary Swank dan Gerard Butler ini juga salah satu guilty pleasure buat saya. Well, dikatakan guilty pleasure bersama-sama nggak terlalu sempurna sih. Because I don't feel guilty at all!

Love, Rosie adalah drama-romantis lain yang menengahkan dilema paling klise di dunia percintaan: bisakah lelaki dan wanita murni hanya bersahabat? (Jawabannya, di semua film yang saya tahu, enggak bisa). Hal inilah yang terjadi pada pasangan Rosie (Lily Collins) dan Alex (Sam Claifin) yang akrab dari kecil. Ketika dewasa, hubungan mereka pun melalui banyak rintangan yang menguji persahabatan mereka. Ya, memang Love, Rosie sangat tidak layak diperbandingkan dengan When Harry Met Sally (1989) - yang menjadi salah satu film romcom favorit saya dan menjadi film terbaik dengan tema persahabatan lelaki dan perempuan. Pada dasarnya Love, Rosie memang hendak menjadi sekedar sebuah sajian yang ringan dan fun, ditonton sambil lalu, ya memang tidak diperuntukkan untuk ditonton terlalu serius. Akan tetapi, saya tidak bisa tidak mengakui bahwa penyajian konfliknya sangat lemah, berbelit-belit dan menjemukan.

Sedari awal, kita sudah tahu bahwa Rosie dan Alex ini ada apa-apa, alias nggak mungkin cuma sekedar bersahabat. Namun saya tidak tahu apa yang mencegah mereka untuk bisa lebih dari pertemanan, alasannya yakni tanda-tandanya sudah sangat terang terlihat kalau mereka ini ada apa-apa! Lalu dilema demi dilema pun datang, saat Alex harus kuliah di luar negeri, Rosie tidak sengaja hamil, kemudian konflik-konflik lain tiba silih berganti menyerupai opera sabun yang tidak masuk akal, sangat dipaksakan, dan gampang ditebak. Konflik-konfliknya sendiri juga kurang kuat, dan penyelesaian satu konflik ke konflik lain menyerupai terlalu terburu-buru. Daripada menciptakan penonton mengerti dan memahami satu konflik dengan lebih baik, naskah Love, Rosie lebih suka meloncat ke konflik lain dengan dilema lain yang bersama-sama serupa. Ini menjadi kelemahan alasannya yakni jalan ceritanya jadi nggak karuan. Selain itu, karakterisasinya - terutama Rosie dan Alex - sangat tidak kuat. They're just nice people, and that's all.

Tapi sebagaimana yang sudah saya bilang di awal, biarpun ceritanya sendiri klise dan maksa, tapi tetap saja saya cukup betah untuk menonton dari awal hingga akhir. Beneran, romance is my weakest spot (kayaknya sih titik lemah kebanyakan perempuan). Sisipan bumbu komedinya cukup menghibur, walau memang tidak ada satu pun momen yang bisa bikin saya tertawa terbahak-bahak. Ditambah pula dengan music soundtrack yang menyenangkan dan sangat sesuai dengan mood film ini sendiri (my fav track: Alone Again, Naturally dari Gilbert O'Sullivan), persis menyerupai P.S. I Love You yang music soundtrack-nya juga enak-enak. Dan tentu saja, kekuatan utama yang menciptakan Love, Rosie sangat menyenangkan yakni karena chemistry yang manis antara kedua pemeran utamanya, Lily Collins dan Sam Claflin. Karakter mereka biarpun tidak kuat, namun tetap saja likeable, dan kita benar-benar bisa mencicipi chemistry keduanya yang terbangun dengan baik. Ah, kissing scene-nya so sweet and they're so cute together!

Overview:
Love, Rosie is poorly written. Dengan tema yang sangat klise, sayangnya Love, Rosie juga sangat jelek dalam menyajikan konfliknya hingga terasa predictable dan berbelit-belit. Tapi memang kalau berniat menjadikannya sebagai sebuah sekedar film ringan yang tidak ditonton terlalu serius, Love, Rosie tetaplah film romantis yang bisa membuai wanita ke dalam khayalan bisa akrab dengan pemuda seganteng Sam Claflin. Love, Rosie juga terselamatkan berkat chemistry antara Lily Collins dan Sam Claflin. It's not good movie, but still it is nice to watch. 

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Love, Rosie (2015) (3/5)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel