Brooklyn (2015) (5/5)


Homesickness is like most sicknesses. It will pass.

RottenTomatoes: 97% | Metacritic: 87/100 | NikenBicaraFilm: 5/5

Rated: PG-13
Genre: Drama

Directed by John Crowley ; Produced by Amanda Posey, Finola Dwyer, Thorsten Schumacher, Beth Pattinson ; Screenplay by Nick Hornby ; Based on Brooklyn by Colm Tóibín ; Starring Saoirse Ronan, Emory Cohen, Domhnall Gleeson, Jim Broadbent, Julie Walters ; Music by Michael Brook ; Cinematography Yves Bélanger ; Edited by Jake Roberts ; Production company BFI, BBC Films, HanWay Films, TSG Entertainment, Wildgaze Films ; Distributed by Fox Searchlight Pictures (United States), 20th Century Fox (International), Lionsgate (United Kingdom) ; Release dates 26 January 2015 (Sundance), 4 November 2015 (US) ; Running time 112 minutes ; Country Canada, Ireland, United Kingdom, United States ; Language English ; Budget $11 million ; Box office $62.1 million

Story / Cerita / Sinopsis:
Ellis Lacey (Saoirse Ronan) terpaksa pindah meninggalkan keluarga dan tanah airnya Irlandia untuk bekerja dan mencari masa depan yang lebih baik di Brooklyn, New York, Amerika. Di kota barunya ia terpaksa hidup mandiri, membuatnya homesick dan merindukan kehidupan masa lalunya, hingga ia kemudian bertemu degan Tony Fiorello (Emory Cohen). Namun, suatu keadaan memaksa Ellis untuk kembali ke Irlandia, dan ia harus menentukan dimanakah “home” sesungguhnya baginya.

Review / Resensi:
Diangkat dari novel karangan Colm Tóibín, bagi saya Brooklyn sejujurnya ialah sebuah kisah dengan tema kisah yang terbilang tidak istimewa. Mengisahkan seorang wanita Irlandia Ellis (Saoirse Ronan) yang harus merantau dari sebuah kota kecil di Irlandia ke Brooklyn, New York – Amerika untuk mencari kehidupan yang lebih baik bagi dirinya. Secara umum Brooklyn ialah sebuah kisah pencarian jati diri dan pilihan hidup, yang tentu saja dilengkapi dengan bumbu romansa sebagai salah satu sub-plot utamanya. Pada awalnya saya tidak terlalu tertarik untuk nonton Brooklyn, tak peduli dengan setting waktu American Dream 50-an yang menjadi latar waktu Brooklyn diambil – alasannya ialah 50-an bukan periode favorit saya (kalau ditanya periode favorit saya, saya akan jawab final 60an dan 70an, alasannya ialah itu masa music scene terbaik dan stylenya paling awesome!). Namun siapa yang menduga bahwa Brooklyn dengan kesederhanaannya dan keeleganannya kemudian bisa mempesona saya, mengakibatkan Brooklyn sebagai salah satu film favorit pribadi saya tahun 2015? Dinominasikan pada katagori Best Picture Oscar tahun ini, saya bahkan lebih suka Brooklyn daripada Spotlight dan The Revenant (akui saja, kedua film itu membosankan –walau terperinci akan selalu lebih menjual di mata kritikus).

Satu hal yang menjadi keunggulan ialah naskah pembiasaan yang dikerjakan oleh Nick Hornby (High Fidelity, About A Boy). Brooklyn ialah sebuah film drama yang ringan dengan sedikit bumbu-bumbu humor yang menyenangkan dari karakter-karakter di luar huruf utama (favorit saya si kecil adik Tony yang suka ngomong seenaknya, dan cewek-cewek penghuni rumah tinggal Ellis).  Walaupun disajikan cukup ringan, berkat kejelian John Crowley sebagai sang sutradara, Brooklyn tetap sangat emosional dari sisi dramanya – tanpa mengubah momen-momen dramatis tersebut menjadi drama mendayu-dayu yang menyebalkan. 

Dengan pace yang sangat enjoyable, Brooklyn juga sangat efektif dalam menyajikan dan mengeksplorasi setiap bab ceritanya. Coba perhatikan bagaimana sederhananya duo John Crowley dan Nick Hornby menyajikan kedekatan korelasi antara Ellis dan kakaknya. Hanya melalui sebuah percakapan sederhana dengan adegan yang terbilang sebentar, namun kita eksklusif sudah bisa mencicipi kedekatan korelasi antara Ellis dan kakaknya Rose. Saya bahkan sudah mulai mewek saat Ellis naik kapal dan melambai sedih ke arah abang dan ibunya (ini masih awal film lho). Contoh lain ialah juga bagaimana perubahan perilaku Ellis yang sebelumnya awkward dan tertutup, kemudian beranjak mulai ceria dan terbuka – hanya melalui dua adegan saat Ellis melayani pelanggan. Semuanya dalam proporsi yang sempurna dan efektif, dengan unsur drama yang tetap terasa berpengaruh dan emosional. Saya saja hingga dibikin nangis dua kali.

Dan apalah arti sebuah drama romansa tanpa cast yang tepat? Saoirse Ronan boleh jadi menciptakan saya kesal luar biasa berkat kiprahnya di film depresif Atonement (2007) (saya depresi lho setiap nonton itu, bahkan membayangkan ceritanya aja uda eksklusif sedih), namun Saoirse Ronan sebagai Ellis Lacey dengan aksen Irish-nya sangat loveable. Ia bagus tapi juga sederhana, dan perkembangan sifat Ellis dari yang pemalu dan tertutup menjadi dapat berdiri diatas kaki sendiri dan tangguh bisa dibawakan dengan sangat baik oleh Saoirse Ronan. Tak heran bahwa ia memang berhak meraih nominasi Best Actress pada ajang Oscar tahun ini. 

Cast lain yang juga sangat mencuri perhatian ialah Emory Cohen sebagai Tony, love-interest Ellis di kota barunya. Si Emory Cohen ini orang Amerika yang sebetulnya berdarah Yahudi dan Rusia, namun ia sangat meyakinkan sebagai orang Itali (plus aksennya), mengingatkan saya dengan pesona milik Robert De Niro waktu muda dan ganteng dahulu, dan juga menciptakan Emory Cohen dijuluki orang-orang sebagai “The Young Marlon Brando”. Emory Cohen boleh jadi pendek dan gag ganteng-ganteng amat, tapi ia bisa menampilkan Tony yang down-to-earth, gentleman, dan adorable, menciptakan siapa sih yang ga bakal jatuh cinta sama pemuda semanis Tony? Ellis is a luckiest girl! 

Saya juga boleh menyampaikan bahwa setiap huruf tokoh pendukung di Brooklyn mempunyai huruf unik yang menarik, dan juga didukung cast yang tepat. Mulai dari Mrs Kehoe si land-lady (Julie Walters), abang Ellis Rose (Fiona Glascott), mantan bos Ellis yang menyebalkan Miss Kelly (Brid Brennan) hingga setiap anggota keluarga Tony. Sayangnya, Domhnall Gleeson sebagai Jim Farrell yang bakalan jadi pihak ketiga korelasi Ellis dan Tony tidak diberikan eksplorasi sifat yang lebih mendalam selain sekedar “baik hati”, sehingga otomatis dalam perkara korelasi cinta segitiga itu clearly I’m team Tony!

Kemudian, sebagai wanita penggemar film romantis, nyawa terbaik yang dimiliki oleh Brooklyn adalah romansa antara Ellis dan Tony yang sangat loveable. Kisah cinta mereka mungkin tidak passionate dan terbilang malu-malu, namun bukan berarti datar nan membosankan. Surely their romance is my definition of romantic love. Dibangun dari perkara sederhana, but strong and sweet enough. Chemistry antara Saoirse Ronan dan Emery Cohen juga sangat believable dan romantis, dan “kesederhanaan” huruf keduanya juga gampang menciptakan penonton untuk merasa terikat. I can’t help myself to enjoy their love growth together – and aahh.. it’s so beautiful. Saya menyadari saya hingga senyum-senyum sendiri tiap terjadi interaksi antara mereka berdua.  

Periode 50-an mungkin bukan favorit saya, tapi saya tidak bisa tidak terbuai dengan desain set dan produksi yang dimiliki Brooklyn. Sinematografinya dengan palette colorful yang low-key sangat indah, artsy, dan elegan. Demikian pula dengan kostum dan make-up ala 50-annya yang sangat vintage dan klasik, Saoirse Ronan and another girls looks beautiful and every way - walaupun kadang penggunaan make-upnya (especially their hair-do) gag realistis juga sih... Namun saya memperhatikan bahwa saking sederhananya seorang Ellis, sehingga kadang ada beberapa wardrobe yang digunakan dua kali – dan ini bukti bahwa kesederhanaan penggambaran tokoh Ellis cukup meyakinkan (karena orang miskin ga mungkin pakai baju ganti-ganti!).

Overview:
Brooklyn surely has a heart. Dukungan kostum, desain produksi, serta sinematografi yang bagus dan menawan ialah aksesoris yang indah, namun nyawa Brooklyn ada pada kekuatan naskahnya. Naskahnya sangat efektif, sederhana namun emosional bila diperlukan, dengan bumbu humor ringan yang menghibur. Saoirse Ronan dan Emory Cohen menampilkan pesona yang loveable dan menawan, dan chemistry keduanya sangat manis dan meyakinkan menjadikan love-romance part of Brooklyn sangat romantis. Dukungan cast dan huruf lainnya juga sangat membantu. Tak perlu diragukan lagi, Brooklyn ialah salah satu film terbaik tahun 2015.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Brooklyn (2015) (5/5)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel