The Hateful Eight (2015) (4,5/5)


"One of them fellas is not what he says he is..." 
- John 'The Hangman' Ruth. 

RottenTomatoes: 75% | IMDb: 7.9/10 | Metascore: 68/100 | NikenBicaraFilm: 4,5/5

Rated: R
Genre: Action & Adventure, Mystery & Suspense

Directed by Quentin Tarantino ; Produced by Richard N. Gladstein, Stacey Sher, Shannon McIntosh ; Written by Quentin Tarantino ; Starring Samuel L. Jackson, Kurt Russell, Jennifer Jason Leigh, Walton Goggins, Demián Bichir, Tim Roth, Michael Madsen, Bruce Dern, James Parks, Channing Tatum ; Music by Ennio Morricone ; Cinematography Robert Richardson ; Edited by Fred Raskin ; Production companies Double Feature Films, FilmColony ; Distributed by The Weinstein Company ; Release dates December 8, 2015 (Cinerama Dome), December 25, 2015 (United States) ; Running time 187 minutes (Roadshow), 168 minutes (General) ; Country United States ; Language English ; Budget $54 million

Story / Cerita / Sinopsis:
Bersetting pasca perang Sipil Amerika, delapan tokoh yang terdiri dari dua bounty hunter dan tawanannya, seorang meksiko, algojo berkebangsaan Inggris, seorang veteran peran, sheriff, dan pengelana, terjebak di sebuah rumah peristirahatan di tengah angin kencang salju. Rupanya, ada dari mereka yang berbohong dan menyimpan maksud buruk....

Review / Resensi:
Sejujurnya, dari delapan film Quentin Tarantino yang pernah ada (film The Hateful Eight ini ialah film kedelapan sang sutradara -dihitung bila Kill Bill Vol 1 & 2 dihitung 1 film), aku gres menamatkan empat filmnya: Pulp Fiction (1994), Death Proof (2007), Inglorious Basterds (2009) dan Django Unchained (2012). Namun hanya dengan melalui keempat film tersebut, menonton The Hateful Eight sudah menciptakan aku cukup mengenali segala trademark yang menempel pada karya-karya Quentin Tarantino. Mari kita lihat daftarnya: tokoh-tokoh anti jagoan dengan huruf yang unik, tokoh yang kebanyakan bicara, plot film yang dibagi dalam beberapa chapter, obrolan yang witty, kasar dan khas Tarantino, unsur black comedy, dan tentu saja adegan berdarah yang keren. Boleh dibilang (banyak orang juga bilang demikian), The Hateful Eight adalah film Tarantino yang paling gore, walaupun segala bloody-chaos itu gres dapat kau tonton di sepertiga akhirnya. Lalu, dengan segala trademark yang kembali disajikan oleh Quentin Tarantino, apakah ini menciptakan film The Hateful Eight terasa “membosankan”? Absolutely not. Yang sedang kita bicarain ini Tarantino, dan somehow segala kata sifat yang menempel pada karya Tarantino selalu terasa cool.

Kabarnya naskah The Hateful Eight sempat bocor sebelumnya di internet, menciptakan Tarantino jadi nggondok nggak mau ngelanjutin proses film ini – namun untunglah para cast berhasil merayunya sampai balasannya proyek The Hateful Eight dijadikan juga. Kabarnya pula, naskah awalnya hendak menjadi seri lanjutan dari Django Unchained –seperti Django versi western bersalju,  namun kemudian Tarantino merombaknya total dengan menghadirkan tokoh-tokoh baru. The Hateful Eight merujuk pada kedelapan tokoh utama, dimana alkisah diceritakan kedelapan tokoh tersebut terjebak di sebuah rumah peristirahatan di tengah angin kencang salju. Kedelapan tokoh tersebut ialah seorang bounty hunter Major Marquis Warren (Samuel L. Jackson), bounty hunter lain yang dijuluki The Hangman John Ruth (Kurt Russel) dan tawanannya Daisy Domergue (Jennifer Jason Leigh), seorang sheriff berjulukan Chris Mannix (Wolter Goggins), seorang algojo berkebangsaan Inggris Oswaldo Mobray (Tim Roth), seorang cowboy pengelana Joe Gage (Michael Madsen), seorang veteran perang Jenderal Sandy Smithers (Bruce Dern), dan Bob  (Demian Bichir), seorang meksiko yang ditugaskan menjaga rumah peristirahatan. Rupanya, dari kedelapan orang yang ada di situ ada yang berbohong perihal jati dirinya dan menyimpan maksud buruk...

Bagi kau yang tidak terlalu memahami film-film Tarantino sebelumnya dan berharap nonton film full-action, maka patut aku beritahu bahwa kau sebaiknya mempersiapkan diri sebelum berniat menonton The Hateful Eight. Hampir separuh film ini cuma berkisar tokoh-tokohnya yang ngobrol, namun bukan Tarantino bila tidak dapat meramu omong-omongan ini menjadi sesuatu yang jauh dari membosankan. Apakah ini merupakan naskah terbaik yang pernah diberikan Tarantino? Maybe not, but the fun is still there. Selain itu, unsur ketegangan dan kecurigaan siapa-yang-jahat atau siapa-yang-berbohong sudah dimulai dari menit saat tokoh Marquis Warren menumpang kereta milik John Ruth, dan kecurigaan serta ketegangan ini menarik untuk diikuti sampai perkenalan kita dengan kedelapan tokohnya, menciptakan kita bertanya-tanya siapa yang the real evil (at least dalam konteks plot cerita, alasannya kedelapan tokoh ini di sini sama sekali gak ada yang bener). Setelah dibikin tegang, curiga dan ingin tau – maka bab balasannya akan menghibur kita dengan bloody party-nya. Saat belakang layar satu demi satu mulai terkuak, bersamaan dengan korban-korban yang berjatuhan.

Samuel L. Jackson menjadi Marquis Warren, salah satu huruf sentral yang cukup lebih banyak didominasi di The Hateful Eight, dan ia –seperti biasanya- menunjukkan impresi memuaskan sebagai penjahat yang menyebalkan tapi juga entah bagaimana dapat menarik derma kita. Walton Goggins juga sama menarik dan menyebalkannya, sebagai huruf sheriff rasis yang sombong yang paling ingin kau bungkam mulutnya sepanjang filmnya. Karakter lainnya sebetulnya tidak cukup menarik (at least tidak semenarik karakter-karakter yang ada di Pulp Fiction), hanya terbantu berkat kualitas bintang film yang memerankan. Tapi tentu saja yang paling fenomenal ialah Jennifer Jason Leigh, sebagai satu-satunya huruf perempuan dari kedelapan huruf utama – kiprahnya sebagai Daisy Domergue benar-benar ibarat perempuan psikotik dan manipulatif. Seperti semacam Belatrix Lestrange versi hard-core. (Walaupun begitu, aku tidak tahu apakah huruf Jennifer Jason Leigh sebagai Daisy Domergue yang semacam dijadikan “samsak” oleh huruf lainnya termasuk seksis atau tidak. Tapi aku rasa kalau karakternya sebagai cewek tidak berdaya yang menunggu ditolong pangeran, barulah itu termasuk seksis). 

Quentin Tarantino memakai kamera Ultra Panavision 70 dengan lensa anamorphic memanjang rasio 2.76:1 dalam merekam gambarnya, menunjukkan sentuhan kolam film-film lawas. Saya tidak tahu apa-apa soal peralatan atau hal teknis film –dan bahkan tidak terlalu peduli- tapi memang pemandangan bersalju Wyoming jadi dapat terekam dengan manis oleh Tarantino, walaupun separuh filmnya kemudian akan lebih banyak mengambil lokasi dalam ruangan. Jangan lupakan juga scoring musik yang menarik dari Ennio Morricone, memberikan atmosfer cult-klasik bagi keseluruhan film (saya sudah dibikin langsung excited waktu denger musiknya di bab awal film).  O ya, dan playlist Quentin Tarantino mencakup The White Stripes dari Ray Orbinson juga oke.

Overview:
Segala ciri khas Quentin Tarantino bisa kau temukan dalam The Hateful Eight, dan aku sangat menikmatinya dari awal sampai akhir. I think the best point on The Hateful Eight is that I feel the thriller sense. Separuh pertama dipakai untuk membangun unsur ketegangan dan kecurigaan, dengan adegan titik puncak di berdarah-darah yang memuaskan di bab akhirnya. Samuel L. Jackson, Walton Goggins, dan Jennifer Jason Leigh menunjukkan impresi paling memorable. Sentuhan klasik dari pilihan lensa memanjang yang dipakai Tarantino dan scoring music-nya juga menambah daya tarik The Hateful Eight. Mungkin bukan film terbaik dari Quentin Tarantino, tapi tetap saja The Hateful Eight menjadi salah satu film favorit aku di tahun 2015.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "The Hateful Eight (2015) (4,5/5)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel