In The Mood For Love (Hong Kong, 2000) (5/5)
RottenTomatoes: 90% | IMDb: 8,1/10 | Metascore: 85/100 | NikenBicaraFilm: 5/5
Rated: PG
Genre: Romance, Drama, Art-house
Directed by Wong Kar-wai ; Produced by Wong Kar-wai ; Written by Wong Kar-wai ; Starring Maggie Cheung, Tony Leung ; Music by Michael Galasso, Shigeru Umebayashi ; Cinematography Christopher Doyle, Mark Lee, Ping Bin ; Edited by William Chang ; Distributed by Universal Pictures (US) ; Release dates 29 September 2000 ; Running time 98 minutes ; Country Hong Kong ; Language Cantonese. Shanghainese
Story / Cerita / Sinopsis :
Mengambil lokasi di Hongkong di tahun 1962, In The Mood For Love bercerita ihwal kedua orang yang sudah menikah, Mrs. Chan (alias Su Li-Zhen) (Maggie Chung) dan Mr. Chow (Tony Leung) yang hidup bertetangga dan kemudian mengetahui pasangan mereka masing-masing berselingkuh. Keduanya kemudian menjalin pertemanan, sebelum lambat laun menyadari bahwa keduanya saling menyimpan perasaan.
Review / Resensi :
Perlu diketahui terlebih dahulu bahwa saya nggak cukup familiar dengan film-film Asia (baru-baru ini aja saya aware bahwa Asia ternyata dapat bikin film yang bagus, selama ini saya terlalu American-minded). Belum pernah nonton film-film Wong Kar-Wai, namun nama ia sudah sering saya dengar setiap ada yang menyebut best Asian director. In The Mood For Love yaitu salah satu film Wong Kar-Wai yang sering disebut-sebut sebagai salah satu karya terbaiknya dan bahkan baru-baru ini menduduki peringkat ke-2 dalam daftar film terbaik era ke-21 versi BBC (nomor 1-nya Mulholland Drive, and to be honest I'm not really understand why people loves Mulholland Drive that much).
Dibintangi oleh Maggie Cheung dan Tony Leung, In The Mood For Love bercerita ihwal Mr. Chow (Tony Leung) dan Mrs. Chan (Maggie Cheung) yang hidup bertetangga di sebuah apartemen. Keduanya kemudian mengetahui bahwa pasangan masing-masing berselingkuh satu sama lain, dan hal ini menciptakan mereka kemudian menjalin hubungan lebih bersahabat daripada sekedar tetangga. Namun keduanya tetapkan untuk menjalin hubungan platonik, alasannya - terutama Mrs. Chan, tidak ingin menjadi menyerupai pasangan mereka yang berselingkuh. Tanpa disadari (dan pastinya sudah dapat ditebak), keduanya kemudian saling jatuh cinta.
Oke, harus diakui tempo lambat film ini menciptakan saya awalnya menonton sambil "nyambi" mainan handphone dan ini yaitu keputusan yang buruk. In The Mood For Love adalah art-house movie, dan buat saya menonton art-house movie suka bikin pegel sendiri dan membutuhkan semacam mood dan strong determination dari awal supaya gag ngantuk di tengah-tengah film. In The Mood For Love bukan film yang dapat ditonton tanpa konsentrasi, alasannya penyampaian Wong Kar-Wai mengenai konflik emosional sang abjad dan plot ceritanya disampaikan dengan cara yang sangat subtle dan cenderung less-dramatic. Editingnya juga agak putus-putus sehingga kadang kau galau timeline antara satu adegan dengan adegan lainnya. Saya sendiri harus memperhatikan detail-detail kecil (sebagaimana yang Su Li-Zhen katakan dalam salah satu scene: "you notice things if you pay attention), menyerupai baju yang dikenakan Mrs. Chan atau dasi yang dikenakan Mr. Chow untuk tahu bahwa antar satu adegan dengan adegan lainnya ada di waktu yang berbeda. Demikian pula dengan setting tempatnya saya harus memperhatikan detail-detail kecil menyerupai furniture yang ada. Ketika film telah selesai pada percobaan menonton pertama kali yang disambi mainan handphone (saya akui saya hingga harus nonton dua kali), saya nggak terlalu dapet kesan yang memuaskan mengenai film ini. Namun saat menonton untuk kali kedua, saat konsentrasi saya benar-benar tercurahkan untuk menonton filmnya (dengan lebih memperhatikan detail-detail kecilnya), pada selesai film saya kesudahannya memahami betapa indah (dan sedih)-nya In The Mood For Love. Tentu, pada selesai film saya menemukan mata saya berkaca-kaca. It really broke my heart.
In The Mood For Love is a perfect movie about unrequited love. Mungkin ini sedikit spoiler, tapi biarlah, Pesona In The Mood For Love ada pada bagaimana Wong Kar-Wai memberikan kisah cinta yang menyedihkan ini melalui sinematografinya, properti dan tatanan pendukung visualnya, hingga scoring music dari Michael Galasso dan Shigeru Umebayashi yang sarat melankolia. Menonton In The Mood For Love bagi saya menyerupai menonton visual poetry, dan ini terang bukan puisi cinta yang manis. Ending scene-nya yang melibatkan Ankor Wat, kala Mr. Chouw membisikkan belakang layar perasaan cintanya, yaitu momen yang bagi saya paling mempesona sekaligus menyedihkan. Sinematografi yang menawan, alunan musik yang indah dan sendu, serta dinding kokoh Ankor Wat yang menjadi saksi bisu ungkapan perasaan cinta dan rindu Mr. Chouw - ah it just a perfect end scene that make me cry a lot. (Beneran lho, it dragged me down emotionally).
Bagi sebagian orang, kisah cinta antara kedua insan ini mungkin terasa sangat "bodoh", because they don't fight for their love dan kesannya terlalu mendayu-dayu. Namun In The Mood For Love mengambil waktu di Hongkong pada tahun 60-an, sehingga situasi sosial yang konservatif masih sangat besar lengan berkuasa menciptakan langkah keduanya untuk bersatu sangat berat (terlihat dari bagaimana gosip-gosip tetangga kepo yang menghakimi orang lain). Melalui secuplik percakapan singkat, kita juga mengetahui bagaimana keduanya menghadapi problematika rumah tangga mereka, Mr. Chouw yang mencoba untuk tidak terlalu memikirkannya dan lebih berkonsentrasi pada proyek mengerjakan novel martial-arts-nya, sedangkan Mrs. Chan sendiri lebih menentukan mempertahankan pernikahannya dan lebih menjaga jarak dengan Mr. CHow alasannya tidak ingin melaksanakan hal yang sama dengan yang dilakukan suaminya. In The Mood For Love adalah film yang mencoba memberikan bahwa marriage is hard, infidelity hurts, love is complicated, and revenge for your spouse's cheating is not that simple. Saya cukup tertarik juga mengenai bagaimana Mr. Chan dan Mrs. Chouw (pasangan masing-masing kedua tokoh utama) tidak pernah ditampilkan wajahnya, menciptakan emosi penonton kepada pasangan yang menduakan ini nyaris datar. Tidak ada pula mengenai penggambaran abjad keduanya, menciptakan kita sama-sama bertanya-tanyanya dengan kedua tokoh utamanya mengenai bagaimana atau mengapa mereka dapat berselingkuh.
Overview:
In The Mood For love is a bitter romance story and wonderful movie about unrequited love. and is literally makes you in the mood for love. Menonton In The Mood For Love seperti menonton sebuah visual poetry yang disampaikan dengan subtle dan melankolis. Cukup melelahkan untuk ditonton penonton awam, namun sangat sepadan. Visual dan sinematografinya sangat menawan, proteksi scoring music-nya juga begitu indah, dan Tony Leung (yang anyway kok kayaknya di mata saya mengingatkan saya dengan Ibas anaknya SBY haha) dan Maggie Cheung juga bermain dengan baik.
0 Response to "In The Mood For Love (Hong Kong, 2000) (5/5)"
Post a Comment