Silence (2016) (4/5)


I pray too, Rodrigues. It doesn't help. Go on, pray. But pray with your eyes open.
RottenTomatoes: 85% | IMDb: 7,3/10 | Metascore: 79/100 | NikenBicaraFilm: 4/5

Rated: R
Genre: Drama, Adventure

Directed by Martin Scorsese ; Produced by Barbara De Fina, Randall Emmett, Vittorio Cecchi Gori, Emma Tillinger Koskoff, Gaston Pavlovich, Martin Scorsese, Irwin Winkler ; Screenplay by Jay Cocks, Martin Scorsese ; Based on Silence by Shūsaku Endō ; Starring Andrew Garfield, Adam Driver, Tadanobu Asano, Ciarán Hinds, Liam Neeson ; Narrated by Andrew Garfield, Béla Baptiste ; Music by Kim Allen Kluge, Kathryn Kluge ; Cinematography Rodrigo Prieto ; Edited by Thelma Schoonmaker ; Production companies SharpSword Films, AI Film, Emmett/Furla/Oasis Films, CatchPlay, IM Global, Verdi Productions, YLK Sikelia Fábrica de Cine ; Distributed by Paramount Pictures ; Release date November 29, 2016 (Rome), December 23, 2016 (United States) ; Running time 161 minutes ; Country United States, Taiwan, Mexico, United Kingdom, Italy, Japan ; Language English, Japanese ; Budget $40 million

Story / Cerita / Sinopsis :
Dua orang pendeta Jesuit datang di Jepang pada kala ke-17 untuk mencari dan menemukan sang Guru yang kabarnya telah murtad dari keyakinannya. 

Review / Resensi :
Diangkat dari novel karangan Shusaku Endo yang terinspirasi dari kisah sejarah yang benar terjadi, kabarnya Silence yakni proyek usang yang tertunda-tunda dari sutradara kawakan Martin Scorsese selama 26 tahun sebelum balasannya dirilis simpulan tahun 2016. Silence merupakan sebuah perjalanan spiritual emosional yang brutal, yang akan menciptakan siapa saja kaum beriman akan mempertanyakan sejauh mana mereka dapat mempertahankan keimanannya. Hal ini disampaikan melalui sudut pandang Pendeta Rodrigues (Andrew Garfield), pendeta taat dan shalih yang berupaya menemukan sang guru, Ferreira (Liam Neeson) yang kabarnya telah murtad dalam misi misionarisnya di Jepang. Dalam misi pencariannya, beliau dan rekannya Pendeta Garupe (Adam Driver) mengetahui fakta-fakta yang menyedihkan, bagaimana umat Nasrani di Jepang pada masa itu harus menyembunyikan keimanannya dari para pemimpin Jepang yang tidak segan-segan membunuh mereka yang beragama Kristiani. 

Berhubung topik agama yakni salah satu topik favorit saya, mari kita bahas topik ini dengan lebih detail. Silence punya gosip yang sangat menarik. Walaupun hanya mengangkat dongeng 2 agama Nasrani dan Buddha dengan lokasi di Jepang, namun secara garis besar kisahnya cukup relevan dengan situasi yang terjadi ketika ini di Indonesia. Kamu tidak perlu beragama Nasrani atau Buddha untuk berusaha engaged dengan pesan moral dalam film ini. Ya, ketika agama menjadi sumber konflik, ketika masing-masing berusaha memaksakan keyakinannya, ketika masing-masing pihak mengklaim yang paling benar, hingga pihak otoritas penguasa yang dapat melaksanakan apa saja kepada masyarakatnya: termasuk urusan agama yang seharusnya menjadi ranah privat antara insan dan Tuhan-nya. Namun Silence tidak berupaya untuk memperlihatkan jawabannya, tidak berusaha memperlihatkan siapa yang benar siapa yang salah. Silence yakni sebuah pengalaman, bukan sebuah pencerahan. Silence hanya menjawab segala pertanyaan-pertanyaan tersebut dalam bisu.
I pray but I am lost. Am I just praying to silence?
Jika kita mau menarik dikotomi moral hitam dan putih, maka terang penguasa Jepang dalam film ini yakni mereka yang kejam. Namun menariknya, argumentasi mereka masuk akal. Dalam suatu percakapan juga disebutkan yang pada dasarnya memperlihatkan bahwa Christianity tidak sesuai dengan kultur dan kondisi Jepang: 

"But everyone knows a tree which flourishes in one kind of earth may decay and die in another. It is the same with the tree of Christianity. The leaves decay here. The buds die."

Sebagai seseorang yang ketika ini sedang struggling dengan iman dan spiritualitas, saya harus mengakui bahwa saya memihak Jepang dalam hal ini. Saya percaya setiap orang mempunyai jalan spiritualnya sendiri-sendiri, demikian juga saya percaya bahwa setiap masyarakat membangun struktur agama dan kepercayaannya masing-masing yang memang dirasa cocok dengan kondisi masing-masing. Tidak perlu ada pihak lain yang memaksakan kebenaran versinya sendiri sambil mengklaim kebenarannya yakni kebenaran mutlak yang universal.

"The path of mercy. That means only that you abandon self. No one should interfere with another man's spirit. To help others is the way of the Buddha and your way, too. The two religions are the same in this. It is not necessary to win anyone over to one side or another when there is so much to share,"

Bagaimana Christianity dan Buddha memahami Tuhan mungkin punya cara yang berbeda. Namun alih-alih berusaha "menconvert" atau mencari perbedaannya, keduanya bahwasanya punya persamaan yang universal: pengampunan, kebajikan, berlaku baik, atau menolong sesama. Tidak perlu ada pertunjukan kompetitif agama mana yang lebih benar. Saya menarik benang merah dongeng Silence ini ke dalam situasi yang terjadi di Indonesia: bagaimana sejumlah orang berusaha memaksakan kebenaran versinya ke orang lain (termasuk saya sih, dengan argumentasi filosofis semacam ini di blog yang harusnya ngebahas film!). Tapi tentu saja, cara Jepang dengan menyiksa umat Nasrani yakni cara yang ngawur...

Keteguhan hati Rodrigues (Andrew Garfield) yang didasari dari paham "The blood of martyrs is the seed of the church" sepintas nampak menyerupai sebuah pengorbanan yang luar biasa hebat. Namun, melihatnya dari kacamata lain saya akan menangkapnya sebagai sebuah kenaifan. Dalam situasi maha sengsara menyerupai ini saya mungkin akan bertindak menyerupai Kichijiro (Yosuke Kubozuka), yang bertindak oportunis nan egois sambil berharap akan pengampunan Tuhan. Dan bukankah sebagian besar kita yakni si munafik Kichijiro? Ia mewakili kita semua: berbuat dosa, minta ampun, berbuat dosa lagi, minta ampun. Hey, Tuhan Maha Pengampun kan?

Silence yang sinematografinya ditangani Rodrigo Pieto yakni sebuah film yang sangat anggun dan memukau dari awal hingga akhir. Sebuah pertentangan yang menarik ketika sesuatu yang mengerikan dapat ditampilkan dalam visual yang cantik. Tidak salah ketika Silence masuk nominasi Best Cinematography dalam ajang piala Oscar tahun ini. Saya juga menggemari betapa konsisten unsur "Silence" - sebagaimana judulnya, menjadi atmosfer utama film Silence ini sendiri: damai dan dingin. Walaupun hening, namun film ini sendiri "berteriak" dengan caranya - semacam pekikan emosional yang mempertanyakan Tuhan. Situasi emosional dan keputusasaan itu berhasil dibawakan Andrew Garfield dengan baik sebagai pemain drama utama - dan beliau memang mempunyai aura kenaifan yang juga likeable. Walaupun bahwasanya sih saya lebih suka kalau Adam Driver yang jadi lead actor-nya (ini gara-gara film Paterson!).

But then again, durasi 2 jam 40 menit yakni durasi yang terlalu panjang dan jatuhnya agak membosankan dan kurang efektif. Akhirnya saya merasa unsur menegangkan dan mengerikannya jadi nggak terlalu dapet feel-nya. Siksaan pertama mungkin terasa ngeri, tapi ketika siksaan demi siksaan ditampilkan lagi dan lagi, yang ada saya gemes pengen teriak ke si Pendeta Rodrigues, "Udah akal-akalan murtad aja kenapa sih susah amat!" (Ngawur ya saya, astaghfirullah...).

Overview:
Silence melengkapi daftar film Martin Scorsese yang mempunyai tema relijius sesudah The Last Temptation of Christ dan Kundun. Silence yakni sebuah perjalanan spiritual panjang yang brutal, kelam, dan melelahkan. Jika film ini yakni film "Islami khas Indonesia" film ini tentu akan tendensius pada dikotomi moral hitam putih yang bersifat apologetik, namun Silence bermain pada ranah ambigu yang tidak akan memberikanmu jawaban. Durasi 2 jam lebih mungkin terlalu panjang dan membosankan, namun Silence mempunyai visualisasi yang mewakili pertentangan paradoks sifat Tuhan: anggun sekaligus dingin. Andrew Garfield menunjukkan salah satu akting terbaiknya (lagi-lagi sebagai religious person sesudah filmnya di Hacksaw Ridge). 

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Silence (2016) (4/5)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel