Wonder Woman (2017) (4/5)


I will fight, for those who can not fight for themselves. 

RottenTomatoes: 94%  | IMDb: 8,5/10 |  Metascore: 76/100 | NikenBicaraFilm: 4/5

Rated: PG-13
Genre: Action, Adventure

Directed by Patty Jenkins ; Produced by Charles Roven, Deborah Snyder, Zack Snyder, Richard Suckle ; Screenplay by Allan Heinberg ; Story by Zack Snyder, Allan Heinberg, Jason Fuchs ; Based on Wonder Woman by William Moulton Marston ; Starring Gal Gadot, Chris Pine, Robin Wright, Danny Huston, David Thewlis, Connie Nielsen, Elena Anaya ; Music by Rupert Gregson-Williams ; Cinematography Matthew Jensen ; Edited by Martin Walsh ; Production company DC Films, Atlas Entertainment, Cruel and Unusual Films, Tencent Pictures, Wanda Pictures ; Distributed by Warner Bros. Pictures ; Release date June 2, 2017 (United States) ; Running time 141 minutes ; Country United States ; Language English ; Budget $149 million

Story / Cerita / Sinopsis :
Biarpun sang ibu, ratu Themyscira, tidak menginginkan putrinya Diana (Gal Gadot) menjadi seorang petarung, namun Diana semenjak kecil berambisi untuk berlatih perang dan menyelamatkan dunia. Ia kemudian bertemu Steve Trevor (Chris Pine), seorang kepetangan Inggris di Perang Dunia I. Diana pun pergi  meninggalkan tanah kelahirannya untuk menyelamatkan dunia.

Review / Resensi :
Di tengah persaingan sengit antara MCU (Marvel Cinematic Universe) dan DCEU (DC Extended Universe), sayangnya DCEU harus menelan kekalahan telak dari lawannya. Nggak cuma kalah start, tapi 3 film DCEU yang sudah dirilis Man of Steel (2014), Batman v Superman : Dawn of Justice (2016) dan Suicide Squad (2016) mendapatkan kritikan bertubi-tubi dengan skor menyedihkan di situs Rotten Tomatoes. Bandingkan dengan MCU yang semua filmnya punya skor fresh di situs tersebut. Pada situasi harap-harap cemas menyerupai ini, syukurlah kesannya DCEU diselamatkan oleh perempuan. Perempuan! Wonder Woman. Sampai saya nulis ini, Wonder Woman menerima skor 94% di situs Rotten Tomatoes.  

Boleh dibilang Wonder Woman punya beban berat untuk menyelamatkan DCEU dari jurang kenistaan. Di lain sisi, Wonder Woman punya standar rendah dari film-film DCEU lainnya untuk dilampaui. So, kesan saya.... Wonder Woman terang ialah film yang jauh lebih baik dari film-film DCEU lainnya. Namun saya nggak bilang bahwa film ini inovatif dan bagusnya pake banget. Ceritanya sendiri sebetulnya standar dan biasa aja. Namun plot yang sederhana jikalau dikerjakan dengan solid maka akan menghasilkan film yang baik. Hal itulah yang missed pada perkara film-film DCEU sebelumnya yang mencoba tampil kompleks tapi jatuhnya malah amburadul. Wonder Woman mungkin bukan film superhero yang mind-blowing macam The Dark Knight (ga fair sih ngebandingin ini ama TDK, I know..), namun Wonder Woman punya dongeng yang solid, sentuhan humor, adegan action yang cukup keren, dan film ini terang punya hati. 

Menggabungkan kisah Diana dalam perseteruannya melawan Dewa Ares dengan dongeng Perang Dunia sudah barang tentu ialah dongeng yang sedikit... konyol. Nah di sinilah naskah Allan Heinberg berusaha menggarapnya dengan selera humor. Diana yang dari dunia antah berantah yang dihuni cewek semua tentu akan terasa awkward hadir di dunia manusia. Kenaifan dan kecanggungan Diana menjadi materi komedi yang cukup menghibur, ditambah dengan selera humor dari karakter-karakter lainnya, terutama Steve (Chris Pine). DCEU emang menempatkan posisinya sebagai universe yang lebih remaja dan kelam jikalau dibandingkan pesaingnya, alasannya ialah itulah film-film mereka sebelumnya berusaha sok keren dengan sedikit filosofis. Wonder Woman ini jauh lebih ringan dan menyenangkan. Dan formula ini ternyata justru berhasil. At least Patti Jenkins sang sutradara punya visi yang solid dan tahu benar bagaimana memaksimalkannya. 

Ngomongin superhero perempuan, maka kita akan membicarakan gosip feminisme. Wonder Woman adalah pola superhero yang tepat, alasannya ialah komiknya sendiri memang menjadi salah satu ikon feminisme. Di dunia superhero yang patriakal, menyenangkan mengetahui ada sosok perempuan perkasa yang nggak kalah andal dalam mengalahkan musuhnya. Pulau Themyscira daerah asal Diana ialah pulau yang dihuni cewek-cewek jagoan dimana mereka berkelahi dengan tidak saling menjambak dan tampar-tamparan. Naskah Wonder Woman juga cukup menyentil gimana misoginisnya pria-pria jaman itu yang merasa bahwa "perempuan cukup di rumah saja dan bikinin mereka sandwich". Cerdasnya, semangat feminis ini nggak cuma dari sosok Diana sang Wonder Woman, tapi juga salah satu villain adalah Dr. Isabel Maru yang juga perempuan jenius (biarpun jahat). And knowing that DCEU is saved by a woman? Wow! 

And then pesona Gal Gadot layaknya goddess emang luar biasa. Pantes cowok-cowok pada batal puasa gara-gara nonton ini. Malah, kemunculannya yang epik di BvS ialah salah satu (atau satu-satunya) scene terbaik di film tersebut. As a feminism supporter but easily intimidated by a beautiful woman (makanya sama cewe-cewe elok suka nyinyir), saya merasa bahwa Gal Gadot adalah aktris yang sangat pas dalam memerankan jagoan perempuan. Aktris Israel itu sanggup seksi dalam kostum Wonder Woman, tanpa terlihat "dieksploitasi" sehingga terasa sexist. Bagian terbaik dalam konteks feminisme ialah Wonder Woman sanggup terlihat powerful tanpa meninggalkan sisi feminin-nya. Hey, menjadi feminis tidak berarti harus tampil maskulin dan mengalahkan pria. Diana mewakili hal ini dengan keyakinan dan kenaifannya: percaya bahwa kedamaian di dunia masih sanggup hadir berkat cinta. Ini ialah semangat yang lekat dengan sifat-sifat feminin kan? (Inilah kenapa saya percaya bahwa seharusnya dunia dipimpin perempuan semoga gag perang terus!).

Terlepas kritikan yang menimpa Zack Snyder, harus diakui sutradara itu punya sentuhan yang keren banget kalo diaplikasikan di film-film superhero. Tak terkecuali Wonder Woman yang masih bercirikan Snyder lewat action scene-nya serta tone-nya yang sedikit gritty dan kelam. Action scene terfavorit mungkin saat cewek-cewek jagoan penghuni pulau Themyscira mengalahkan pasukan Jerman di bab awal dan kemunculan perdana Wonder Woman dengan agresi heroiknya menyelamatkan kota. That was epic!

Sayangnya, justru action di bab klimaksnya malah terasa datar. Villain utama sang Dewa Ares juga terlalu standar dan gampang dikalahkan untuk ukuran "dewa". Tapi, bukankah hampir semua film superhero emang jarang yang punya villain yang sepadan dengan sang jagoan? (The greatest villain ever maybe is David in Alien : Covenant (2017). He has great philosophical reason! Read more: https://wowowbanget.blogspot.com//search?q=batman-v-superman-dawn-of-justice-2016). Wonder Woman juga terasa kurang brutal mengingat rating film ini emang cuma PG-13. Ada beberapa momen emosional yang juga kurang digali dengan lebih dalem - ditambah akting Gal Gadot yang kadang terasa agak canggung, terutama dengan aksennya yang sedikit aneh. *spoiler* But that ending scene? Langsung bikin baper dan mata saya berkaca-kaca saat Steve bilang "I love you!" *spoiler ends*

Overview :
Well, it's fun to know that as a feminist icon, Wonder Woman is the one who saved DCEU. Ceritanya sendiri sebetulnya tidak terlalu baru, namun naskah dan penyutradaraan Wonder Woman cukup solid. It's fun and entertaining with a good sense of humor. Pesona Gal Gadot luar biasa dalam menampilkan Wonder Woman yang tidak hanya berpengaruh namun masih mempunyai "kenaifan" yang menjadikannya berjiwa mulia sebagai seorang superhero. Chemistry-nya dengan Chris Pine sebagai Steve juga menawan dan menyentuh hati tanpa terkesan murahan (dan saya pun baper).

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Wonder Woman (2017) (4/5)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel