The Shape Of Water (2017) (4,5/5)


"When he looks at me, the way he looks at me... He does not know, what I lack... Or - how - I am incomplete. He sees me, for what I - am, as I am. He's happy - to see me," 

RottenTomatoes: 92% | IMDb: 7,5/10 | Metascore: 82/100 | NikenBicaraFilm: 4,5/5


Rated: R | Genre: Drama, Scifi & Fantasy, Adventure

Directed by Guillermo del Toro ; Produced by Guillermo del Toro, J. Miles Dale ; Screenplay by Guillermo del Toro, Vanessa Taylor ; Story by Guillermo del Toro ; Starring Sally Hawkins, Michael Shannon, Richard Jenkins, Doug Jones, Michael Stuhlbarg, Octavia Spencer ; Music by Alexandre Desplat ; Cinematography Dan Laustsen ; Edited by Sidney Wolinsky ; Production companies TSG Entertainment, Double Dare You Productions ; Distributed by Fox Searchlight Pictures ; Release date August 31, 2017 (Venice), December 1, 2017 (United States) ; Running time 123 minutes ; Country United States ; Language English ; Budget $19.5 million ; Box office $190.5 million

Story / Cerita / Sinopsis :
Elisa Esposito (Sally Hawkins) ialah seorang wanita bisu yang bekerja sebagai tukang bersih-bersih di sebuah kemudahan penelitian negara. Suatu hari ia bertemu dengan makhluk misterius di kawasan kerjanya dan kemudian menjalin relasi yang unik.

Review / Resensi :
The Shape of Water berhasil meraih Best Picture di ajang Oscar tahun 2017. Selain itu, film ini juga mengantarkan Guilermo del Toro menjadi sutradara terbaik, mengikuti jejak kawan-kawannya dalam "The Three Amigos" yaitu Alejandro G. Innaritu (Birdman, The Revenant) dan Alfonso Cuaron (Gravity) yang sebelumnya juga berhasil menyabet penghargaan yang sama. Review ini saya tulis sehabis mengetahui kemenangan The Shape of Water di ajang Oscar, atau lebih tepatnya saya gres nonton film ini 1 bulan sehabis ajang Oscar, dan belum nonton film-film nominasi Oscar lainnya kecuali Get Out. Sungguh sangat telat dan ga update sama sekali. Kalau udah gini saya kadang mempertanyakan apa saya pantas sok-sokan ngereview film sebab jam terbang nonton saya belakangan ini uda ga seheboh dulu lagi. Ini aja saya harus ngumpulin mood semaksimal mungkin sebelum akibatnya mulai memaksa diri untuk nulis dan ngeblog lagi. Saya harap sih blog ini ga terbengkalai lama-lama dan masih punya sedikit pembaca yang masih suka baca review saya yang begini ini.... Huhu. Oke, cukuplah racauannya.

Kayaknya hampir semua penggemar film niscaya tahu bahwa Guilermo del Toro punya relasi baik dan Istimewa dengan monster. Saya pernah nonton video sekilas wacana rumah Guilermo del Toro yang dipenuhi patung, lukisan, poster dan hiasan yang "del Toro" banget. Dengan dinding interior yang dicat merah, rumahnya sangat artsy, gothic, dan penuh monster. Bikin ngiri lah. Kalau saya punya duit banyak saya pengen punya rumah model begini yang kemudian juga bisa dijadiin museum. Must be cool. Anyway, coba lihat videonya disini. Setelah menggarap Pacific Rim (2013) dan Crimson Peak (2015) yang terasa ibarat sisi mainstream dari del Toro, melalui The Shape of Water, del Toro kembali membuat dunia fantasi yang lebih terasa personal ibarat yang pernah dilakukannya lewat Pan's Labyrinth (2006). The Shape of Water ini budgetnya cuma 20 juta dollar lho, itungannya film ini termasuk indie. 

The Shape of Water sering disebut sebagai "Beauty and the Beast" versi dewasa. Sebuah fairy tale  untuk penonton dewasa. Disebut versi dewasa, sebab melibatkan adegan masturbasi dan percintaan interspesies. Yap, The Shape of Water is about a woman who fallin in love and have sex with fish-man. Kisahnya mengikuti seorang wanita tuna wicara berjulukan Elisa, yang kesepian dalam keterbatasannya. Sahabatnya ialah Zelda (Octavia Spencer), seorang wanita kulit hitam, dan Giles (Richard Jenkins), pelukis bau tanah yang gay. Elisa dan sahabat-sahabatnya ini mewakili minoritas, apalagi setting film ini pada tahun 60-an dimana orang-orang ibarat Elisa, Zelda dan Giles ialah kaum yang terpinggirkan. Elisa kemudian bertemu dengan sebuah makhluk misterius - sebuah makhluk sejenis persilangan ikan dan insan yang inspirasinya berdasarkan del Toro diambil dari film Creature from Black Lagoon (1954) dan mengingatkan kita akan Abe Sapiens dari film Hellboy (dan diperankan oleh orang yang sama, Doug Jones). Makhluk tersebut rupanya ialah aset penelitian yang kemudian dijadikan perebutan dalam konflik perang hambar Amerika Serikat dan Uni Soviet. Dalam perjuangan menyelamatkan si amphibi-man ini, Elisa harus berhadapan dengan Colonel Strickland (Michael Shannon). 

Saya sering membaca komentar orang mengenai film ini, yang menyampaikan bahwa The Shape of Water ini ngebosenin dan predictable. It's another story about good versus evil. Banyak yang bilang, The Shape of Water adalah film yang bagus, tapi untuk dinobatkan sebagai pemenang Oscar rasanya terlalu berlebihan. Saya baiklah di kepingan predictable-nya, tapi untuk disebut ngebosenin nggak juga. Dan biarpun saya belum nonton film-film nominasi Oscar lainnya, saya sih ga keberatan film ini meraih Best Picture. Why? Because The Shape of Water shows you "the power of cinema". The Shape of Water ini ibarat Titanic (1997) atau Avatar (2012), yang secara dongeng bersama-sama ya gitu-gitu aja, tapi menyampaikan betapa powerfulnya sebuah film. Hellloo... The Shape of Water ini dapet 13 nominasi Oscar lho. Buat yang bilang The Shape of Water ini ialah pilihan yang terlalu kondusif untuk menjadi pemenang Oscar, perlu saya ingatkan bahwa nggak banyak film sci-fi dan fantasi yang berhasil menang penghargaan ini. Correct me if I'm wrong, tapi film fantasi yang pernah menang Oscar sejauh ini cuma Lord of The Rings : The Return of the King (2003). Selain itu, ada unsur nostalgia klasik (filmnya mengambil setting tahun 60an dengan soundtrack musik-musik lawas) dan semangat optimis yang tentu menjadi poin favorit bagi para juri Academy. Dan sehabis ramai informasi pemerkosaan oleh Harvey Weinstein bertahun-tahun terkuak, maka kemenangan untuk Guilermo del Toro yang secara personality sangat loveable juga bisa dijadikan alasan tersendiri untuk memenangkannya. 

Okelah ceritanya mungkin emang biasa dan predictable, tapi Del Toro bisa menyusunnya menjadi sebuah narasi yang kohesif dan rapi, dan terang aspek teknis dan visualnya menimbulkan bonus yang membuat film ini terasa sangat indah. Dan jangan lupakan juga kemampuan Guilermo del Toro dan timnya dalam mewujudkan monster the amphibi-man yang terasa sangat real, tampak sangat abnormal tapi juga cantik. Lalu ya Allah, ada adegan bercinta dengan makhluk aneh... tapi entah bagaimana Guilermo Del Toro bisa menimbulkan adegan itu tidak terasa menjijikkan, malah kerasa indah dan romantis. Sebuah adegan ketika Zelda menanyakan Elisa wacana "bagaimana mereka melakukannya" juga menjadi sebuah unsur komedi sendiri yang menjawab rasa ingin tau wacana "how they consummate their love". Sebuah narasi dari puisi yang dibacakan aksara Richard Jenkins di kepingan akibatnya juga terdengar sangat indah: 
Unable to perceive the shape of You, I find You all around me. Your presence fills my eyes with Your love, It humbles my heart, For You are everywhere.
(saya pikir puisi ini puisinya Rumi, tapi ternyata puisinya Hakim Sanai. "You" di sini bisa berarti Tuhan, namun jikalau melihat apa yang ingin disampaikan del Toro, maka "You" bisa diartikan dengan cinta. So sweet ga sih...).

The Shape of Water juga menjadi makin Istimewa dengan cast yang bermain dengan sangat luar biasa, terutama Sally Hawkins yang sepanjang film harus berakting dengan mengandalkan mulut dan gestur badan berhubung ia berperan sebagai wanita bisu. Sally Hawkins mungkin tidak punya kecantikan tipikal aktris Hollywood, namun sebagaimana del Toro mengatakan dalam salah satu wawancaranya, "Ia anggun dengan caranya sendiri,". Dan ya, Hawkins tampil mempesona. Karakter menarik lainnya ditunjukkan oleh Colonel Strickland (Michael Shannon), yang justru memiliki kehidupan lengkap dengan keluarga khas suburban Amerika: istri yang cantik, dan dua anak yang manis. Namun rupanya ia tetap merasa kurang (ia tampak tidak senang di rumahnya, dan berkhayal bisa bercinta dengan Elisa yang bisu). Strickland, sepertinya ialah "monster" sesungguhnya dalam film ini. I love Shannon's performance, tapi bersama-sama saya berharap beliau bisa dapet tugas lain yang ga terus-terusan jahat. Lama-lama beliau kayak Kevin Bacon yang sering banget jadi villain. 

Overview :
The Shape of Water adalah sebuah fairy-tale cukup umur yang indah, menawan, dan terasa hangat. Passion dan semangat Guilermo del Toro sebagai seorang filmmaker sangat terasa di The Shape of Water. Jalinan ceritanya mungkin terasa predictable, namun The Shape of Water menyampaikan "the power of cinema", sebuah pertunjukkan romantis dengan semangat yang optimis yang terasa sangat klasik - padahal film ini dirilis tahun 2017. Well-cast, well-crafted, beautiful movie. Saya tulus kok film ini menang Oscar (padahal belum nonton yang lain).



...
SPOILER!
Anyway, ada analisa yang bilang kalau Elisa bersama-sama sejenis makhluk yang sama dengan si Amphibi-man. Ada banyak alasan: Elisa tidak bisa berbicara, dikala kecil ia ditemukan di sebuah sungai, dan ia punya luka yang abnormal di lehernya. And they're both in love and could have sex. Kalau hingga ada sekuelnya dan mereka punya anak, secara biologis bisa dipastikan kalau keduanya spesies yang sama! 

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "The Shape Of Water (2017) (4,5/5)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel