First Man (2018) (4,5/5)


RottenTomatoes : 88% | IMDb: 7,7/10 | Metascore: 85/100 | NikenBicaraFilm: 4,5/5

Rated : PG-13 | Genre : Drama, History 

Directed by Damien Chazelle ; Produced by Wyck Godfrey, Marty Bowen, Isaac Klausner, Damien Chazelle ; Screenplay by Josh Singer ; Based on First Man: The Life of Neil A. Armstrong by James R. Hansen ; Starring Ryan Gosling, Claire Foy ; Music by Justin Hurwitz ; Cinematography Linus Sandgren ; Edited by Tom Cross ; Production company Universal Pictures, DreamWorks Pictures, Temple Hill Entertainment, Perfect World Pictures ; Distributed by Universal Pictures ; Release date August 29, 2018 (Venice), October 12, 2018 (United States) ; Running time 141 minutes ;  Country United States ; Language English ; Budget $59-70 million

Story / Cerita / Sinopsis :
Diangkat dari First Man: The Life of Neil A. Armstrong yang ditulis oleh James R. Hansen, First Man menceritakan perjalanan Neil Armstrong (Ryan Gosling) selama periode hidupnya menjadi astronot dan akibatnya menjadi insan pertama yang menginjakkan kaki di bulan.

Review / Resensi :
Sebelumnya, saya mau memberitahukan terlebih dahulu kalau saya menonton First Man ini dengan kondisi mengantuk berat di bioskop. Saya ini tukang tidur dan nggak pernah sanggup diajak begadang, sehingga menonton First Man pada jam 9 malam (iya, jam sembilan malam.. bukan midnight!) ialah ide yang buruk. Ditambah lagi First Man adalah film yang panjang (durasinya dua jam lebih), dan filmnya sendiri bahu-membahu bertempo lambat. Gimana nggak bikin ngantuk. Tentu saja menontonnya sambil setengah mengantuk menciptakan kemungkinan evaluasi dan review saya berikut ini agak nggak sanggup dipertanggungjawabkan

Entah kenapa saya ini bukan penggemar film-film biopik. Tapi sedari awal First Man ini sudah menarik perhatian saya sebab dua alasan utama: yang main Ryan Gosling, dan film ini wacana luar angkasa. Saya selalu punya ketertarikan romantis dengan luar angkasa (bercinta di luar angkasa tentu akan sangat luar biasa, walau mungkin itu tidak mungkin dilakukan). Film-film luar angkasa semacam First Man, atau yang fiksi menyerupai The Martian, Interstellar, Gravity, atau bahkan Prometheus akan sangat sayang kalo nggak ditonton di bioskop. Saya nggak mungkin jadi astronot, takut mati, dan hidup di jaman yang terlalu primitif untuk menikmati perjalanan luar angkasa, jadi hal paling maksimal, aman, dan murah yang sanggup saya dapatkan ialah menontonnya di layar lebar. Selain Ryan Gosling dan luar angkasa, hal lain yang tentu saja menarik ialah nama Damien Chazelle sebagai director. Yo terang cus kudu budhal nang bioskop.
That's one small step for man, one giant leap for mankind.
Perjalanan ke bulan, dalam skala peradaban manusia, ialah sebuah perjalanan paling agung dan luar biasa yang pernah dilakukan manusia. Namun menampilkan kisah ini ke dalam sebuah karya film ialah hal yang terasa.... agak biasa saja. Maksud saya, kisah-kisah fiksi semacam Interstellar dan Prometheus sudah mengajak kita lebih dari "sekedar" ke bulan. Fantasi-fantasi semacam itu tentu saja jauh lebih menarik bagi penonton awam semacam saya daripada perjalanan realis ke "bulan doank". Hal ini menciptakan saya sepanjang nonton terus menerus mengingatkan diri kalo yang saya tonton ini ialah "penjelajahan paling akbar yang pernah dilakukan manusia" supaya saya sanggup meresapi film ini dengan lebih maksimal (dan nggak ngantuk). Selain "cuma ke bulan", film yang diangkat dari kisah konkret ini juga sudah cukup diketahui semua orang di dunia. Inilah hambatan menciptakan film dari kisah konkret yang sudah diketahui semua orang: unsur surprise-nya sudah hilang sebab kita semua sudah tahu selesai ceritanya akan menyerupai apa. Apapun hal mengerikan dan mencekam yang ditampilkan, kita sudah tahu kalo akibatnya happy ending - misi Apollo 11 berhasil menciptakan Neil Armstrong menjadi orang pertama yang melangkahkan kakinya di bulan. Dua hal ini yang bikin First Man jadi lebih b aja dibandingkan film-film spaceship adventure lain, menyerupai Interstellar misalnya.

Untuk menampilkan kisah ini, Damien Chazelle sendiri lebih fokus pada aspek teknis (akan ada banyak adegan dalam cock-pit pesawat, wajah Ryan Gosling dalam helm astronot, dan para ilmuwan NASA berbicara hal-hal technical yang saya nggak paham) dan unsur realisnya. First Man disebut-sebut sebagai salah satu film luar angkasa paling sesuai dengan kenyataan yang ada, dan sepertinya tim produksi First Man memang berupaya sesetia mungkin dengan fakta sejarah dan kecerdikan sains. Bicara soal visual and technical aspect, First Man sangat luar biasa. Iya, adegan dalam cockpit pesawat itu sanggup jadi sangat membosankan, namun adegan ketika datang di bulan itu sangat..... breathtaking. Terasa sangat real, intim, sunyi, dan luar biasa indah. Sulit dilukiskan oleh kata-kata lah. Belum lagi ada iringan musik dari Justin Hurwitz (sahabat Damien Chazelle yang juga berhubungan dengan Damien Chazelle di La La Land dan Whiplash) menambah sentimentil adegan ini. This scene is one of my favorite scene like.... ever. Tidak pernah ada adegan luar angkasa seromantis ini. *Spoiler*: dan ketika Neil Armstrong tampak melempar gelang putrinya yang sudah meninggal sebab tumor ke dalam kawah di bulan... saya eksklusif nangis sesenggukan. Ini momen puncak yang membuktikan bahwa perjalanan Neil Armstrong ke bulan bukan cuma perjalanan langgar gengsi antara US dan Uni Sovyet, atau perjalanan ilmiah, namun juga perjalanan personal (dan mungkin spiritual) bagi Armstrong itu sendiri. *Spoiler ends*

Selain fokus pada aspek teknis yang pada dasarnya wacana betapa susahnya pergi ke bulan, Damien Chazelle sepertinya juga tidak berupaya untuk mengglamorisasi maupun menglorifikasi perjalanan itu sendiri. Hal ini sanggup dibaca dari hilangnya adegan menancapkan bendera Amerika Serikat di film ini yang memicu kontroversi dan protes dari ultra-kanan konservatif nasionalis US. Hal yang teramat lebay, sebab bahu-membahu bendera Amerika Serikat ini sendiri nampang di mana-mana di film ini sendiri. First Man sendiri lebih menentukan pendekatan yang personal, realis, dan subtil. Memang ada banyak adegan-adegan cukup dramatis, atau beberapa fakta sejarah seru yang ditayangkan yang sesuai dengan isu-isu yang ada kala itu (termasuk puisi Gil Scott-Heron yang memprotes misi pendaratan ke Bulan), namun selebihnya Damien Chazelle tidak terlalu mengekspos itu terlalu jauh dan dalam. Buat saya, hal ini menyebabkan First Man jadi terasa agak membosankan... saya ga heran ketika audiens awam tidak akan terlalu menyukai film ini. Ada sih beberapa momen-momen mendebarkan jiwa wacana misi-misi NASA sebelum Apollo 11 yang gagal atau mengalami hambatan besar, namun ketika saya sudah tahu ending film ini akan menyerupai apa (misi Apollo 11 berhasil), momen-momen intens itu jadi terasa kurang menegangkan.

Ryan Gosling dan Claire Foy sendiri mempertontonkan akting yang luar biasa baik (terutama Claire Foy yang beperan sebagai istri yang harus cemas setiap ketika sebab pekerjaan sang suami). Tapi, saya sendiri agak kurang merasa terhubung dengan abjad Neil Armstrong - yang diperankan Ryan Gosling. First Man tampaknya berusaha dengan baik menampilkan abjad Neil Armstrong yang asli: private, pendiam, calm, humble, dan tekun (atau nyaris robotik). Namun jujur saja, abjad semacam ini ga menarik kalo ditampilkan di film. Dan buat saya, film ini sendiri kelewat "subtil", sehingga ada beberapa hal yang buat saya kurang nonjok, kurang membekas, dan bikin saya jadi agak susah nangkep. Saya bahkan tidak cukup paham motivasi apa bahu-membahu yang memicu Neil Armstrong untuk pergi ke bulan - terlepas dengan adanya resiko nyawa sebagai taruhannya. Saya tahu ini ada hubungannya dengan selesai hidup orang-orang terdekat Neil Armstrong, namun koneksi ini tidak saya dapatkan sampai selesai film ini. Atau memang tujuan Chazelle ialah sekedar membeberkan kenyataan yang sungguh terjadi menurut studi abjad dan pengalaman hidup Neil Armstrong sendiri yang memang digambarkan "humble" dan "mahir menyimpan emosi". Maka apa bahu-membahu yang menjadi motivasi Neil Armstrong, cuma orangnya sendiri yang tahu. Hal ini cukup berbeda dengan ambisi dan passion yang sebelumnya dihadirkan dengan begitu berpengaruh oleh Damien Chazelle lewat film-filmnya sebelumnya: Whiplash dan La La Land.

Anyway, di luar beberapa kekurangan yang saya jabarkan di atas, saya tetap menyukai First Man karena keakuratan ceritanya dengan situasi yang sungguh terjadi. Biarpun agak membosankan, cara Damien Chazelle memberikan filmnya tetap saja meninggalkan kesan manis dan membekas di hati... Sebelumnya saya memperlihatkan skor 4/5 untuk film ini, namun menulis review ini sambil mendengarkan iringan scoring music dari Justin Hurwitz membawa saya pada kenangan dan perasaan kala menontonnya. Sayapun menaikkan skornya menjadi 4,5/5.  Hmmm.. kayaknya saya harus nonton dua kali nih. Sungguh saya ingin menyaksikan scene datang di bulan itu lagi. Kali ini ga boleh ngantuk.

*Spoiler* Oh ya, sebagian besar orang mungkin akan menyukai chemistry dan relationship antara Neil Armstrong dan istrinya yang dihadirkan Ryan Gosling dan Claire Foy dengan sangat kuat. That "tatap-tatapan mata dalam diam" scene di potongan akibatnya itu juga kerasa romantis banget dan bikin baper. Kalau kau dan pasangan cukup bertatap-tatapan mata untuk sanggup saling memahami, maka level hubunganmu sudah tinggi. But anywaaaaaayyy... sebelum nonton ini saya sudah tahu duluan kalo Neil Armstrong pada akibatnya bercerai dengan istrinya sesudah 38 tahun menikah, dan tbh hal ini eksklusif bikin saya patah hati dan ngerasa kekerabatan cinta mereka percuma kalau tidak abadi. Kaprikornus adegan romantis di layar itu kayak sia-sia gitu lho. Hal ini serupa dengan yang terjadi pas saya nonton The Theory of Everything (Stephen Hawking bercerai dengan istri pertamanya). Saya ini emang orangnya ga masuk kecerdikan begini. *Spoiler ends*

Overview :
Misi pendaratan ke bulan ialah penjelajahan paling luar biasa yang pernah dilakukan oleh manusia, dan Damien Chazelle berusaha menghadirkan kisah perjalanan ini seakurat mungkin tanpa dramatisasi berlebihan. Hal yang menyenangkan para kritikus, namun belum tentu akan disukai oleh kebanyakan penonton yang biasanya butuh kesan-kesan lebay semoga terasa seru. Sedikit membosankan, namun kalau mau sedikit bersabar, kita akan sanggup menangkap esensi-esensinya yang menciptakan First Man menjadi salah satu film perjalanan ke luar angkasa terbaik dan mengharukan (sekaligus melankolis) yang pernah ada.

FUN TRIVIA
*Spoiler*
Tahu adegan ketika abjad Neil Armstrong melemparkan gelang milik Karen, putrinya yang meninggal sebab kanker ketika ia mendarat di bulan? Hal ini bahu-membahu tidak diketahui secara pasti, atau tidak ada bukti yang memperlihatkan hal ini benar terjadi. Yang jelas, ada momen ketika Neil Armstrong melaksanakan perjalanan sendirian selama 10 menit tanpa terhubung dengan transmitter, dan Damien Chazelle sepertinya terinspirasi dari hal ini. Bagaimanapun, membawa sesuatu yang personal ialah sesuatu yang biasa dilakukan oleh para astronot - sebagai pola astronot Charlie Duke yang membawa foto keluarganya dan meninggalkannya di bulan. Bagi yang mengenal Neil Armstrong, meninggalkan barang milik Karen ialah hal yang mungkin dilakukan oleh Neil Armstrong. Bagi saya, terlepas dari benar atau tidaknya, hal ini ialah hal yang sangat puitis. Saya sendiri kalo sanggup ke luar angkasa, mungkin akan membawa sesuatu yang sangat personal bagi saya pribadi dan keluarga saya, dan akan meninggalkannya di luar angkasa semoga menjadi peninggalan abadi
*Spoiler ends*


Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "First Man (2018) (4,5/5)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel