Venom (2018) (2,5/5)


Eyes! Lungs! Pancreas! So many snacks, so little time!

RottenTomatoes: 30% | IMDb: 7,1/10 | Metascore: 35/100 | NikenBicaraFilm: 2,5/5

Rated: PG-13 | Genre: Action, Sci-fi

Directed by Ruben Fleischer ; Produced by Avi Arad, Matt Tolmach, Amy Pascal ; Screenplay by Jeff Pinkner, Scott Rosenberg, Kelly Marcel ; Story by Jeff Pinkner, Scott Rosenberg ; Based on Venom by David Michelinie, Todd McFarlane ; Starring Tom Hardy, Michelle Williams, Riz Ahmed, Scott Haze, Reid Scott ; Music by Ludwig Göransson ; Cinematography Matthew Libatique ; Edited by Maryann Brandon, Alan Baumgarten ; Production company Columbia Pictures, Marvel Entertainment, Tencent Pictures, Arad Productions, Matt Tolmach Productions, Pascal Pictures ; Distributed by Sony Pictures ; Releasing Release date October 5, 2018 (United States) ; Running time 112 minutes ; Country United States ; Language English ; Budget $100–116 million

Story / Cerita / Sinopsis :
Jurnalis Eddie Brock (Tom Hardy) mendapat kekuatan dari symbiote, dan membentuk alter-egonya berjulukan Venom. 

Overview:

(Perhatian, review ini lebih cocok dibaca yang sudah nonton filmnya ya. Akan ada beberapa spoiler yang pengen saya bahas, alasannya yakni saya ga tahan untuk nyinyir).

Kembali ada film superhero yang mendapat kritikan pedas dari kritikus (sejauh ini skornya di Rotten Tomatoes cuma 30%), dan hal ini sepertinya menciptakan emosi penonton dan fans kebanyakan. Kritikus boleh jadi mengkritiknya habis-habis, tapi audiens cukup menyukainya alasannya yakni Venom sukses di box office dan ratingnya di IMDb sejauh ini 7,1/10 dan audience score di RT : 89%. Banyak penonton yang curhat di sosmed biar kita mengabaikan evaluasi kritikus (yang dianggep sok elit) dan bilang bahwa Venom yakni film yang tetap seru dan menghibur. Hal ini bikin saya bertanya-tanya apakah kritikus dan audiens menonton 2 film yang berbeda. Tapi saya sendiri masuk ke gedung bioskop dengan niat suci berusaha untuk positive thinking dan mengabaikan review jelek dari kritikus, tapi dari 10 menit pertama saya sudah merasa Venom ini totally messed-up. Iyes, berantakan!

Entah harus dari mana saya memulainya...

Sejak 30 menit pertama, ketika kita diajak berkenalan dengan Eddie Brock (Tom Hardy), kekasihnya Annie (Michelle Williams) dan si villain pemimpin perusahaan jahat Carlton Drake (Riz Ahmed), saya sudah merasa narasi film ini dibangun begitu terburu-buru dan berantakan. Setiap potongan film yang diceritakan ibarat dipaparkan begitu saja tanpa intensitas dan kedalaman berarti, kemudian dicut gitu aja untuk menunjukkan kisah selanjutnya. Kita tuh kayak ga diajak untuk meresapi momen-momen duka ketika Eddie dipecat atau Annie memutuskan hubungan mereka berdua, atau at least diberikan momen berpengaruh untuk kita mempelajari aksara keduanya. Lalu, film pun kemudian semakin kacau ketika saya menyadari bahwa dialog-dialognya juga sangat cheesy dan ibarat dikerjakan dengan malas-malasan (anw, Venom ditulis oleh orang yang ngegarap The Amazing Spiderman 2 dan 50 Shades of Grey). Belum lagi sulit untuk kita mengabaikan plot-hole yang menciptakan kisah Venom terasa konyol.

Lalu mari kita bicarakan character development-nya. Tom Hardy is a great actor, Michelle Williams juga, begitu pula dengan Riz Ahmed (saya suka pas beliau main di Nightcrawler), dan Venom ini ibarat menyia-nyiakan semua bakat itu. Ini tahun 2018, dan penonton sepertinya haus dengan karakter-karakter superhero yang badass dan ga satu dimensi. Itulah kenapa banyak fans yang memuja karakter-karakter ibarat Logan dan Deadpool. Batman itu membosankan, Joker itu keren! Venom, yang basicnya yakni villain dan antihero di komik Spiderman yakni sebuah penyegaran di tengah film-film superhero yang tokoh utamanya lurus nan konservatif macam Steve Rogers. Tentu ini menjadi daya tarik untuk penonton. Namun, sayangnya saya nggak menemukan "anti-hero" itu pada aksara Eddie Brock/Venom. Dia lebih ibarat dibilang superhero daripada antihero (karena ga susah buat Eddie untuk mengendalikan Venom), dan saya heran ketika ada penonton yang bilang kalo Eddie Brock di sini yakni anti-hero. Antihero itu ga cuma sekedar aksara yang praktis ngomong berangasan dan kepribadiannya asyik, poinnya biasanya ada pada isyarat etik dan moralnya yang abu-abu. Hanya alasannya yakni memakan penjahat (yang beneran jahat), dan melawan SWAT Team juga tidak lantas jadi anti-hero (ini lebih ke defensif sih), dan bukankah Captain America pernah melaksanakan hal yang sama? Mau tau anti-hero itu semacam apa? Nonton Game of Thrones deh. Itu semua aksara kecuali Jon Snow dan Samwell Tarly yakni anti-hero deh kayaknya (Anti-hero idamanku: Walter White lah!). Tapi mungkin film Venom ini memang masih menjadi film pembuka yang belum sepenuhnya menjelaskan aksara Venom. Entahlah. Saya juga bertanya-tanya kenapa tidak dijelaskan alasan Venom sanggup sebegitu mudahnya merasuki Eddie sementara host-host lain yang dimasuki symbiote lain sanggup menciptakan hostnya mati.

Lalu saya merasa aksara paling dumb di Venom adalah...... Eddie Brock dan Venom itu sendiri.  HAHA. Saya ga tahu Eddie Brock ini jurnalis macam apa. Ga heran kalo beliau dipecat dari pekerjaannya. Dan berdasarkan saya beliau layak dipecat bukan alasannya yakni idealismenya yang agung, tapi alasannya yakni sebagai jurnalis tindakan yang beliau lakukan itu terbelakang dan ceroboh banget (really? menyindir narasumber secara eksklusif tanpa bukti yang mencukupi dan meneliti terlebih dahulu? Jurnalis itu harusnya punya seni administrasi yang baik donk kalo emang tujuannya mengungkap kebenaran. Dan ga kepikiran apa untuk bikin youtube channel gitu untuk ngungkap kebobrokan Life Foundation?). Saya juga teringat betapa bodohnya si Eddie yang asal mencet-mencet tombol untuk mengeluarkan temannya dari lab penelitian Life Foundation, yang hasilnya berujung pada chaos, si Eddie "kesurupan" symbiote dan alarm berbunyi (ya iya lah). Cukup menyedihkan melihat Tom Hardy berperan sebagai aksara yang sebegitu ceroboh dan tololnya. Dan saya heran dengan Venom, yang harusnya jahat, tapi malah berubah pikiran begitu cepat dari "menghancurkan bumi" ke "mari selamatkan bumi". Dan perubahan itu dilakukan hanya alasannya yakni alasan klise "It's-because-of-you, Eddie", dan si Venom feel-related dengan Eddie alasannya yakni si venom loser juga di planet asalnya. Dan berubah pikiran itu hanya dilakukan dalam satu malam! (Bahkan si Eddie dan Annie bajunya aja belom ganti). Belum lagi ketika Venom membocorkan rahasianya sendiri kalau doi takut bunyi berfrekuensi tinggi dan api. THAT'S YOUR WEAKEST SPOT AND YOU JUST SAID TO HUMAN? Anyway, Carlton Drake juga ga kalah bodoh..... KARENA GA PASANG CCTV DI LABNYA! PIYE SEH. Kalo pasang CCTV harusnya kan dari awal beliau sudah tahu siapa penyusup ke labnya dan mencuri symbiote-nya. 

Waktu pertama menonton trailernya, saya sempat excited alasannya yakni mengira akan menonton film superhero yang dark dengan selera komedi yang gelap. Trailernya menjanjikan sih. Saya kira banyak penonton pun yang akan mengira demikian. Namun sayangnya semuanya itu tidak sanggup disampaikan dengan baik di filmnya. Ketika banyak yang membenci film-film MCU alasannya yakni dianggap plotnya terlalu generik, saya malah merasa Venom ini jauh lebih klise. Sebagian menyalahkan rating PG-13 yang bikin film ini jadi kurang gore dan brutal. Tapi berdasarkan saya bukan itu poinnya. FYI, The Dark Knight, dan film-film berat MCU yakni film-film dengan rate PG-13 juga, tapi saya tidak merasa bahwa The Dark Knight atau Winter Soldier yakni film superhero untuk bawah umur SD, alasannya yakni ceritanya yang kompleks dan intens. Sementara Venom dengan janji-janji anggun menjadi film yang dark dan "dewasa" justru punya kisah yang klise, generik, predictable, dan obrolan terbelakang yang bikin saya pengen banyak cincong setiap saat. Intinya rate film ini PG-13 bekerjsama lebih cocok alasannya yakni ceritanya yang cocok untuk anak SD. HAHAHA. Jahat ya saya.

Mari selanjurnya kita bahas action scene-nya.... yang ternyata sangat mediocre. Adegan kejar-kejaran di jalanan San Fransisco itu kepanjangan dan sejujurnya nggak terlalu menarik. Ga cuma medioker, action scenenya juga miskin kreativitas dan tidak digarap dengan "stylish". Bandingkan dengan adegan yang melibatkan kejar-kejaran di jalanan ibarat di Civil War, Black Panther, atau bahkan Antman and The Wasp kemarin. Jauh lebih menarik. Dan lebih buruknya lagi: adegan-adegan actionnya yang terbaik bahkan sudah ditampilkan semua di trailer.... Ini kan fatal sekali! Ketika kita berharap transformasinya juga akan serupa body-horrornya Cronenberg, sayangnya berdasarkan saya transformasinya juga kurang "natural" (tapi mungkin saya yang banyak maunya). Tapi saya sendiri bukan "anak CGI" yang selalu ngarep CGI harus sempurna, jadi berdasarkan saya ini bukan kelemahan utama...

Overview:
Venom yakni film yang melaksanakan banyak kesalahan di banyak aspek. Naskah kisah yang buruk, narasi yang kurang solid dan intens, obrolan yang lemah - hal-hal yang selalu akan mendapat kritikan kurang menyenangkan dari para kritikus. Mengambil sosok anti-hero sebagai tokoh utamanya, sudah tentu fans akan berharap melihat film yang cerdas, dewasa, dengan komedi kelam - sayangnya Venom ibarat kesulitan menerjemahkan anti-hero itu harus ibarat apa (persis ibarat kasus Suicide Squad!). Character development-nya payah sekali. Kamu mungkin kini merasa bahwa Venom masihlah sebuah film yang fun dan menghibur, namun kemungkinan besar lima tahun lagi dari kini fans akan segera melupakan Venom ini, dan tentu ini menjadi rapor merah bagi karir Tom Hardy. 

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Venom (2018) (2,5/5)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel