Upstream Color (2013)


RottenTomatoes: 84%
IMDb: 6,8/10
Metacritic: 81/100
NikenBicaraFilm: 4/5

Rated: Unrated 
Genre: Drama, Romance, Mystery & Suspense

Directed by Shane Carruth ; Produced by Shane Carruth, Casey Gooden, Ben LeClair, Scott Douglass ; Written by Shane Carruth ; Starring Amy Seimetz, Shane Carruth, Andrew Sensenig, Thiago Martins ; Music by Shane Carruth ; Cinematography Shane Carruth ; Edited by Shane Carruth, David Lowery ; Production company ERBP ; Release dates January 21, 2013 (Sundance), April 5, 2013 (USA) ; Running time 96 minutes ; Country United States ; Language English ; Box office $444,098

Review / Resensi:
Ada 2 hal yang membuat saya tertarik dengan film ini. Pertama, beberapa orang menyebut film ini sebagai salah satu film terbaik di tahun 2013. Kedua, bahwa film ini mempunyai Shane Carruth yang ambisius. Bayangkan saja, Shane Carruth bertindak sebagai sutradara, aktor, penulis, produser, pengisi musik, sinematografer hingga editor. Nama Shane Carruth sepertinya tidak cukup terkenal di kalangan umum, namun karya pertamanya Primer (2004) yang berkisah wacana waktu telah menyandang status cult dan meraih Grand Jury Prize di Sundance 2004 (tapi saya sendiri sih belum nonton). Butuh waktu hampir 1 dekade bagi Shane Carruth untuk kemudian menghasilkan karya keduanya, Upstream Color.

Agak sedikit sulit buat saya untuk mendeskripsikan dongeng Upstream Color. Kisah dimulai dengan seorang laki - laki misterius (di credit disebut The Thief) yang memanen cacing-cacing misterius dari tanaman, kemudian diinjeksikan ke seorang perempuan berjulukan Kris (Amy Seimetz). Cacing-cacing tersebut ternyata membuat inangnya menjadi seolah terhipnotis, dan ini dimanfaatkan The Thief untuk mencuri seluruh harta Kris. Setelah sadar, dengan derma The Sampler (seorang peneliti gila yang misterius juga), cacing-cacing dalam badan Kris tersebut dikeluarkan dan dipindahkan oleh The Sampler ke dalam badan babi. Dalam keadaan yang hancur, Kris kemudian bertemu dengan seorang lelaki Jeff (Shane Carruth) - dan keduanya jatuh cinta.

Upstream Color clearly not everyone-movie. Butuh mood yang benar-benar baik dan ekstra sabar untuk bisa menonton film ini dari awal hingga selesai. Bahkan saya hingga 2 kali ketiduran lho pas nonton film ini. Upstream Color yang ibarat campuran science-fiction dengan romance begitu minim dialog, dengan dongeng yang disampaikan dalam narasi yang membingungkan. Upstream Color bagaikan sebuah film surealis yang puitis - that not everyone could understand. Jika kau tidak menelaahnya dengan lebih dalam, mungkin di selesai film kesimpulan yang kau dapatkan wacana film ini hanyalah film wacana dua manusia, peneliti yang aneh, pencuri jahat, anggrek biru, dan babi-babi yang anehnya tampak lucu.

Saya selalu menyukai unsur misteri di sebuah film. Unsur misteri yang membuat saya terpancing untuk selalu bertanya-tanya sepanjang film wacana apa yang sesungguhnya terjadi. Intinya, saya suka film dengan sebuah twist. Upstream Color punya formula itu. Sedari awal kita akan dibentuk bertanya - tanya wacana apa yang sesungguhnya terjadi pada tokoh Kris, siapa sesungguhnya The Thief, The Sampler, babi-babi haram tak berdosa itu, dan relasi diantara mereka semua. Shane Carruth ibarat membuat puzzle - puzzle yang terangkai secara acak, dengan petunjuk yang disampaikan secara absurd. Namun, ending film yang harusnya menjadi pemecahan segala duduk masalah justru membuat saya berakhir dengan penuh kebingungan dan interpretasi buntu. Saya mengakhiri film ini dengan sekelumit rasa putus asa dan galau yang tidak terpuaskan. Ini salah filmnya, atau memang saya saja yang tidak bisa menerjemahkan film ini dengan baik. (Kayaknya sih letak masalahnya ada pada saya)

Shane Carruth sendiri dalam banyak wawancaranya menyampaikan bahwa Upstream Color sendiri ialah film yang multi-tafsir. Setiap penonton akan mempunyai interpretasi sendiri-sendiri wacana makna film ini. Secara garis besar, film ini sendiri bercerita wacana 3 siklus natural kehidupan yang melibatkan worm-pig-orchid. Lalu entah bagaimana pada siklus cacing dan inangnya (manusia, dalam hal ini Kris & Jeff), menjadikan koneksi yang tidak gampang dijelaskan. Ada yang menyampaikan bahwa film ini bisa diinterpretasikan sebagai citra sebuah politik pemerintahan dengan rakyatnya, namun Shane Carruth sendiri berdasarkan artikel yang saya baca mempertanyakan wacana bagaimana sesungguhnya identitas kita sebagai manusia. Apakah jati diri kita sebagai "seseorang" ditentukan oleh kita sendiri, atau sesungguhnya ditentukan oleh "hal lain" - ibarat agama, kepercayaan, pengetahuan yang kita miliki, maupun DNA yang ada dalam badan kita (ini ibarat salah satu buku yang saya baca wacana meme alias virus nalar budi). Doi juga tidak ingin memberikan maksud film ini dengan cara spesifik, dan lebih menentukan untuk mewujudkan ceritanya dengan lebih universal. Yeah, klarifikasi Shane Carruth ini rada masuk akal, walaupun saya tidak merasa mendapat citra yang logis dari film ini sendiri, bagaimana kemudian Shane Carruth memproyeksikannya kepada bentuk tokoh-tokoh macam The Thief, The Sampler, The Orchid Harvester maupun analogi cacing, babi dan bunga anggrek, serta puisi Walden. Too confusing, and still I feel frustrating. Mungkin saya harus menonton film ini lagi biar bisa mengerti, namun entahlah, menontonnya satu kali saja butuh usaha besar, apalagi harus nonton hingga dua kali. I give up.

Terlepas dari segala ambiguitas itu, bergotong-royong Upstream Color ialah film yang benar-benar indah. Sulit dipercaya bahwa Upstream Color bergotong-royong hasil jerih payah satu orang bertangan emas. Musiknya sangat absurd, dengan bunyi-bunyian aneh, namun bisa membiusmu dalam momen - momen yang dihadirkan. Dengan tone berwarna biru, ada sedikit aura sendu sekaligus futuristik dari filmnya. Yang paling menarik ialah editing filmnya yang luar biasa unik. Editingnya memang terputus-putus, namun bisa mengalir dengan baik. Ada beberapa scene dimana Shane Carruth ibarat membolak-balikkan waktu cerita, kemudian membentuknya menjadi sebuah rangkaian dongeng yang utuh. Kamu harus cukup cermat saja untuk mengamati model rambut dan baju dari tokoh yang ada di layar.

Overview:
I would underline that Upstream Color obviously not for everyone. Ceritanya begitu membingungkan, dan membawamu ke banyak interpretasi atau tafsiran yang berbeda - beda. Ini memang bisa menuntun kita kepada diskusi yang lebih hangat wacana makna film ini, namun akui saja bahwa hal ini bisa sangat membuat putus asa bagi penonton kebanyakan (saya termasuk salah satunya). Akan tetapi di luar itu semua harus diakui bahwa visual Upstream Color begitu indah, dan editingnya begitu unik. Shane Carruth terperinci telah menunjukan dirinya sebagai salah satu sineas yang harus disegani.  

Note from me:
If you've watched it, and still questioning about it, I found this FAQ article help me. Click here.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Upstream Color (2013)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel