A Most Violent Year (2015)



"When it feels scary to jump, that is exactly when you jump, otherwise you end up staying in the same place your whole life, and that I can't do," Abel Morales 

RottenTomatoes: 89% | IMDb: 7/10 | Metascore: 79/100 | NikenBicaraFilm: 4,5/5

Rated: R
Genre: Drama

Directed by J. C. Chandor ; Produced by J. C. Chandor, Neal Dodson, Anna Gerb ; Written by J. C. Chandor ; Starring Oscar Isaac, Jessica Chastain, David Oyelowo, Alessandro Nivola, Albert Brooks, Elyes Gabel ; Music by Alex Ebert ; Cinematography Bradford Young ; Edited by Ron Patane ; Production company FilmNation Entertainment ,Participant Media ; Distributed by A24 ; Release dates November 6, 2014 (AFI Fest), December 31, 2014 (United States) ; Running time 125 minutes ; Country United States ; Language English ; Budget $20 million ; Box office $6 million

Story / Cerita / Sinopsis :
Bersetting New York tahun 1981, A Most Violent Year menceritakan seorang businessman Abel Morales (Oscar Isaac) dan istrinya Anna (Jessica Chastain) yang harus berjuang mempertahankan bisnisnya.

Review / Resensi :
Salah satu social musim yang sedang berkembang dengan baik di negeri kita yaitu pertumbuhan minat menjadi seorang pengusaha / entrepreneur. Businessman - businessman raksasa sukses macam Bill Gates, Mark Zuckerberg, Richard Branson, Jack Ma (CEO Alibaba), Nadiem Makarim (CEO Gojek), sampai Bob Sadino menjadi tokoh-tokoh yang diidolakan belum dewasa muda. Tingginya minat menjadi pengusaha ini bahkan menciptakan profesi dokter, insinyur, apalagi PNS menjadi terkesan konservatif. So, apakah kau juga bercita-cita menjadi pebisnis sukses? Sayangnya, this movie definitely is not a movie which will give you a motivation you need (malah ngejatuhin mental kayaknya). Business is dirty - is not a secret. Semua juga tahu bahwa bisnis itu kotor, dan menjadi higienis di lingkungan yang kotor yaitu hal yang berat. Tapi apakah benar tidak mungkin bagi kita untuk bisa mempertahankan kejujuran dan integritas dalam menjalankan bisnis? Mungkin kalau skala bisnismu kecil kau masih bisa bersikap benar. Tapi saat banyak hal yang terlalu kompleks di luar kendalimu, apakah kau masih bisa bermain benar untuk bisa aman?

Pertanyaan itu lah yang sepertinya menjadi wangsit bagi kisah A Most Violent Year, yang disutradarai dan naskahnya dikerjakan juga oleh J.C. Chandor (Margin Call, All is Lost). Penonton diposisikan melalui tokoh Abel (Oscar Isaac), seorang oil businessman yang sedang berusaha mengekspansi bisnisnya dengan membeli sebuah lokasi melalui komitmen deal yang sangat riskan. Di tengah usahanya untuk membeli lokasi itu, ia harus menghadapi beberapa permasalahan lain: truknya dirampok oleh orang tidak dikenal, rumahnya disatroni orang mencurigakan yang membawa pistol, plus ditambah pula ia harus menghadapi tuntutan aturan dari jaksa wilayah. Abel kemudian juga curiga bahwa duduk masalah yang ada salah satunya disebabkan agresi curang lawan bisnisnya. Walaupun banyak duduk masalah yang bikin stress, Abel sendiri masih berusaha mencoba melaksanakan yang benar. Hal ini berbeda dengan cara yang dilakukan oleh sang istri, Anna (Jessica Chastain) yang lebih bersikap pragmatis sampai cenderung menentukan jalur ilegal tapi cepat dan selamat. Lalu, apakah Abel masih bisa bermain jujur?

Jujur, A Most Violent Year dimulai dengan sangat membosankan. Selama 30 menit awal saya dibentuk ngantuk, dan bergotong-royong itu bukan menandakan bagus. Saya bilang A Most Violent Year ini memang film yang terlambat panas, persis seperti Foxcatcher (2015), film di tahun yang sama yang juga potensial membosankan bagi sebagian besar orang. Walaupun berjalan dengan lambat, dan adegan-adegan perihal bisnis dan tetek bengeknya bukanlah sesuatu yang menarik perhatian saya, namun seiring waktu saya menyadari kemudian saya sudah terikat dengan jalan ceritanya. Film kemudian bergerak lebih intens, menegangkan, dan dramatis walau berusaha tidak terlalu berlebihan. 

Saya sendiri merasa sehabis adegan menegangkan yang melibatkan perampokan truk kedua, A Most Violent Year berjalan lebih dinamis. Namun saya tahu bahwa A Most Violent Year tetaplah bukan film yang akan memenuhi ekspektasi orang kebanyakan. Terutama buat yang terkecoh dengan kata Violent di judul filmnya, sehingga menyangka filmnya akan penuh violence, Apalagi kalo tahu bagaimana kondisi kriminal di New York tahun 80-an yang memang menjadi masa gelap bagi kota metropolitan tersebut, kau tentu mengharapkan film yang penuh adegan seru semacam dar-der-dor dan teman-temannya. But then again, this movie is about a small businessman. Dan untuk skala seorang businessman kecil, apa yang dialami Abel Morales di film ini yaitu duduk masalah yang cukup buruk. 

So, back again to its main theme: sebuah pertanyaan besarnya yaitu apakah kita masih bisa bermain di jalur benar kalau tahu bahwa jalur benar itu tidak akan membawa kita ke kawasan yang aman? Menegakkan moral yang jujur di tengah dunia bisnis yang keji, apalagi di masa yang buruk, yaitu hal yang terasa terlalu "text-book PPKn", and damn it is hard! Bahkan kabarnya nama sang tokoh Abel Morales yaitu semacam plesetan dari Able and Morals. Ketika Abel melambangkan tokoh malaikat yang charming dan bersih, maka sang istri Anna yaitu perlambang tokoh yang ambisius, oportunis dan lebih berani melaksanakan ilegal. Perhaps she is a female version of Daniel Plainview from There Will Be Blood (walaupun mungkin Daniel Plainview lebih jauh lebih serakah dan ambisius). But then again, what Anna do is part of surviving. Apa yang dilakukan Abel melalui perspektif lain bisa dilihat sebagai tindakan pengecut yang sok suci, sedangkan apa yang Anna lakukan yaitu tindakan bertahan hidup. Could we blame her? Menariknya juga yaitu tokoh lain Julian (Elyses Gebel) yang menjadi tokoh yang berusaha jujur dan bersikap baik - namun nasib baik tidak juga kunjung menyertainya. Abel dan Julian mempunyai latar belakang yang sama, dan mereka sama-sama bermain jujur, tapi nasib baik nyatanya hanya menghampiri Abel. Life is not fair, isn't it?

Yap, mengabaikan pecahan awal yang terasa agak lambat, membosankan, tanpa sebuah momen yang benar-benar bisa menarik perhatianmu, sebenarnya A Most Violent Year tetap bisa memperlihatkan beberapa momen intens yang menegangkan setelahnya. Naskah yang juga digarap sang sutradara juga mencoba untuk tidak terlalu keminter, dalam artian penonton awam masih bisa mengikuti jalan penceritaannya secara umum. Oscar Isaac bermain dengan sangat baik (dan ganteng), memperlihatkan performa menarik tanpa menciptakan kesan "sucinya" terlalu suci dan heroik, demikian juga Jessica Chastain yang (as always) bisa memperlihatkan akting briliannya sebagai istri yang kuat. Didukung dengan visual dan properti yang bernuansa vintage, A Most Violent Year yaitu sebuah paket film yang lengkap.

Overview:
A Most Violent Year adalah film yang mungkin akan membuatmu mengurungkan niat terjun ke bisnis. Judulnya mungkin agak membuatmu terkecoh, pecahan awalnya terasa membosankan, namun A Most Violent Year tetaplah sebuah film dengan tema permainan moral yang sangat menarik. Didukung naskah dan penyutradaraan yang apik dari J.C. Chandor dan performa prima dari kedua bintang film utama Oscar Isaac dan Jessica Chastain. Akan tetapi, saya harus tetap kasih tahu bahwa A Most Violent Year tetaplah bukan film yang akan memenuhi ekspektasi kebanyakan penonton awam. For me personally, it's a great movie - but it's just not my personal favorite. 

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "A Most Violent Year (2015)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel