Deadpool (2016)



"I'm touching myself tonight,"


RottenTomatoes: 81% | IMDb: 8,1/10 | Metascore: 65/100 |NikenBicaraFilm: 4/5

Rated: R
Genre: Action, Adventure

Directed by Tim Miller ; Produced by Lauren Shuler Donner, Simon Kinberg, Ryan Reynolds ; Screenplay by Paul Wernick, Rhett Reese ; Based on Deadpool by Fabian Nicieza, Rob Liefeld ; Starring Ryan Reynolds, Morena Baccarin, Ed Skrein, T. J. Miller, Gina Carano, Brianna Hildebrand, Stefan Kapičić ; Music by Junkie XL ; Cinematography Ken Seng ; Edited by Julian Clarke ; Production companies 20th Century Fox, Marvel Entertainment, Kinberg Genre, The Donners' Company ; Distributed by 20th Century Fox ; Release dates February 12, 2016 (United States) ; Running time 108 minutes ; Country United States ; Language English ; Budget $58 million

Story / Cerita / Sinopsis :
Wade Wilson (Ryan Reynolds), seorang mantan Special Forces bermetamorfosis mutan dengan alter ego Deadpool sehabis mengikuti mekanisme eksperimen yang dilakukan oleh Ajax a.k.a Francis (Ed Skrein).

Review / Resensi :
Sejujurnya, saya bukan fans berat film - film superhero, apalagi fans berat komik-komik Marvel dan DC. Sehingga booming trend superhero movie tidak terlalu membuat saya antusias (atau alasannya penggemar genre ini terlalu banyak sehingga sifat non-konformis dalam diri saya selalu mencegah saya mengikuti animo mainstream?). Perkecualian ada pada film-film superhero tertentu, menyerupai franchise anyar X-Men yang saya suka sekali (karena ada Fassbender sebagai Magneto, haha), atau Guardians of The Galaxy yang nggak pernah bikin saya bosan. Deadpool, saya harapkan sanggup jadi perkecualian lainnya, selain alasannya tiba dari X-Men Cinematic Universe yang menarik minat saya, marketing campaign Deadpool sejauh ini boleh dibilang sangat gokil

Digadang-gadang menjadi film based on Marvel Comic dengan rated R (sebelumnya Ryan Reynolds pernah melaksanakan 'prank' dengan menggosipkan bahwa rating Deadpool "hanya" PG-13 - yang pribadi ditanggapi kekecewaan fans Deadpool), tentu saja Deadpool akan menjadi film superhero yang berbeda dari biasanya. Filmnya telah mendapat garansi di awal bahwa film akan dipenuhi sumpah serapah, humor dewasa, dan adegan sadis. Jelas, Deadpool bukanlah sosok superhero yang pantas diidolakan anakmu.


Namun apakah saya sendiri menyukainya? Surprisingly, I don't. Whaaaattt?? Sebagian besar fanboy akan tidak terima, dan sebagian besar lagi akan menganggap saya terlalu tolol untuk memahami selera humor Deadpool. Oke, buat yang membaca komik Deadpool, saya rasa film Deadpool sendiri akan memenuhi ekspektasimu, alasannya film ini setia dengan komiknya. Karakter Deadpool memang ialah "nyawa" dari film ini sendiri. Deadpool adalah antihero, like he said in the movie: "I might be super, but I'm not hero,". Deadpool adalah huruf yang banyak bicara, dengan selera humor cenderung sarkas dan menyebalkan. Di komik Deadpool juga melakukan "breaking-the-fourth-wall" - alias berbicara kepada audiens, sebagaimana yang ia lakukan juga di film ini (seperti Annie Hall dan High Fidelity?). Dan (untungnya), Ryan Reynolds sanggup memperlihatkan performa solo yang brillian sebagai Wade Wilson a.k.a Deadpool.

Metode breaking-the-fourth-wall ini membuat dimensi lagi dimana Wade Wilson a.k.a Deadpool bisa melontarkan smart jokes yang (hanya) sanggup dipahami oleh kau yang mengikuti film-film superhero lainnnya, utamanya X-Men. Seperti dikala Wade (Ryan Reynolds) menyindir dirinya sendiri bahwa kostum superhero yang diinginkannya ialah yang tidak hijau dan not animated (menyindir kiprahnya sendiri sebagai The Green Lantern), atau dikala Wade diminta oleh Colossus untuk menemui Professor X dan Wade bertanya, "Which professor? McAvoy or Stewart?". atau segala guyonan perihal Wolverine dan Hugh Jackman. 

Selain itu, verbal Deadpool yang tidak sanggup terkontrol juga membuat humor-humor smart yang cukup kocak. Seperti menonton stand-up comedy yang menghibur, dengan banyak rujukan pop-culture  - tapi hanya untuk kau yang cukup paham. Sebut saya guyonan perihal Liam Neeson (as "bad parents" in Taken) atau bunyi cempreng David Beckham. Segala dagelan ini sebetulnya sudah terangkum pada awal film, pada opening-credit yang menertawakan film ini sendiri sebagai sebuah douchebag movie. Well, segala dagelan ini cukup kocak (sebagian besar leluconnya sanggup saya pahami, walaupun ada juga yang saya nggak ngeh) -tapi entahlah, tidak sanggup bikin saya tertawa ngakak sebagaimana yang Guardians of the Galaxy lakukan. (Do I have a bad sense of humor?)

Selain itu, terlepas dari pesona Deadpool dan kegantengan Ryan Reynolds (sebelum jadi mutan berwajah ala Freddie Kruger dengan peta Utah di muka), secara plot kisah Deadpool ini sendiri terasa standar. Seorang protagonis yang berusaha membalas dendam. Sekian. Cerita yang cenderung sederhana ini mungkin memang dimaksudkan sebagai kompensasi atas leluconnya yang buat sebagian besar penonton awam tidak cukup paham, atau memang menjadi salah satu leluconnya sendiri. Namun yang membuat saya terganggu ialah sisipan bumbu romantisnya - yang terasa hambar. Bad romance, inilah sebagian besar pokok kasus yang membuat saya bosan dan justru tidak menyayangi huruf Wade. I mean, Wade is badass and doesn't have heroic character, sehingga karakternya terlalu "menye-menye" untuk menyayangi satu wanita, dan aib dengan mukanya sendiri (remind me: he is guy - not a girl, right?). Mungkin memang terlepas dari karakternya yang nggak baik-baik amat, penonton butuh sesuatu yang membuat kita jatuh simpati kepada huruf Wade, sehingga unsur romantis ini diperlukan. But this romance is crap. 

Menonton di bioskop Indonesia juga harus cukup bersabar dengan sensornya yang cukup kejam, sehingga kenikmatan menonton Deadpool secara utuh tidak sanggup kau dapatkan. Sebagai contoh, sex-scene yang tidak ditampilkan sama sekali di bioskop. Adegan tembak-bacok-danlainlain sadisnya juga tidak sanggup ditampilkan seutuhnya. Namun kalo bicara adegan sadisnya, saya sendiri tidak merasa adegan sadisnya seelegan dan sestylish yang biasa diberikan Matthew Vaughn lewat Kick Ass (2010) atau Kingsman: The Secret Service (2015) (I love his work!), malah saya cenderung ngerasa adegan sadisnya biasa aja (karena sensor kalik ya). Selain itu, terlalu bertumpunya Deadpool sendiri pada huruf Deadpool juga membuat karakter-karakter lain kalah total dalam memperlihatkan impresi yang memorable (kecuali si Blind Al). 

*Anyway, jangan lupa ada post-credit scene dari Deadpool yang merupakan parodi film Ferries Bueller's Day Off. Jangan cepat-cepat beranjak dari bioskop! 

Overview:
Deadpool definitely a superhero who have swag, namun hype yang terlalu tinggi membuat ekspektasi saya menerapkan standar yang kelewat tinggi. Ceritanya sendiri cukup sederhana dengan bumbu sisipan romantis yang tidak penting (cut the romance, and I don't care). Lelucon di sana sini membuat saya tersenyum, namun tidak banyak bahan dagelan yang membuat saya sanggup tertawa ngakak, bahkan leluconnya bukan tipikal dagelan yang masih lucu jikalau ditonton ulang (for me, I guess). Namun huruf Deadpool sendiri ialah nyawa film ini sendiri - banyak bicara, sarkastik, slengekan. Bukan favorit saya, namun karakter Deadpool adalah alasan kau harus tetap nonton film ini.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Deadpool (2016)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel