Doctor Strange (2016) (4/5)



Dr. Stephen Strange: I went to Kathmandu, and I learned to tap into powers I never even knew existed. 
Christine Palmer: So you joined a cult?

RottenTomatoes: 98% | IMDb: 8.3/10 | Metascore: 74/100 | NikenBicaraFilm: 4/5

Rated:
Genre: Adventure, Action

Story / Cerita / Sinopsis :
Akibat sebuah kecelakaan, Stephen Strange (Benedict Cumberbatch) seorang neurosurgeon yang brilian namun juga egois harus mendapatkan kenyataan bahwa kecelakaan tersebut menciptakan saraf tangannya rusak parah dan mengakhiri karirnya sebagai seorang dokter. Termotivasi biar dirinya bisa sembuh, ia pergi ke sebuah daerah yang disebut Kamar-Taj di Kathmandu, Nepal, untuk mempelajari mystical-art. 


Review / Resensi :
Saya bukan fangirl Marvel Cinematic Universe (MCU) - bahkan percaya atau tidak, aku belum pernah nonton Thor dan The Avengers. Namun sepertinya Doctor Strange adalah sebuah perkecualian, terutama alasannya aku excited sekali dengan trailernya yang berbau imbas ala Nolan's Inception dan castnya yang sangat menarik: mulai dari Benedict Cumberbatch, Tilda Swinton, Mads Mikkelsen, Chiwetel Ejiofor, dan Rachel McAdams. Wow, it's an Oscar-level cast! Tentu saja Doctor Strange pribadi masuk dalam daftar film yang harus aku tonton di bioskop tahun ini. Indonesia harus merasa senang alasannya Doctor Strange diputar satu ahad lebih dahulu daripada US, dan sebelum timeline sos-med aku dipenuhi oleh spoiler dari kawan-kawan aku wacana Doctor Strange, aku buru-buru menontonnya di hari kedua. Emh, tapi sepertinya musim penonton terhadap Doctor Strange ini tidak sebesar musim penonton ketika pemutaran film Suicide Squad atau Deadpool (apa alasannya aku nonton di jam sepi penonton).

Mengenal Iron Man, Captain America, Avengers atau bahkan Guardians of The Galaxy - dunia MCU dipenuhi oleh apa yang oleh para filsuf disebut "materialism". Segala kehebatan superhero-superhero tersebut ada berkat cool device, physical or alien power. Lalu, muncullah Doctor Strange yang mengatakan perbedaan yang cukup mencolok: alam immaterial, atau dengan kata lain - dunia dimana yang mistik-mistik ialah kenyataan. Doctor Strange ialah versi psychedelic dari superhero movie, dipenuhi macam-macam magic dan mantra dari dunia sihir. Basically, Doctor Strange yang semula seorang rasionalis sejati (profesinya dokter bedah saraf), ialah seorang penyihir. Ibaratnya doi semacam Harry Potter-nya MCU, yang untungnya nggak pakai mantra-mantra ala wingardium leviosa

First of all, the greatest thing about Doctor Strange that really caught my attention is its visual aspect. It's just wooooooooow. Buat yang sudah nonton trailernya, niscaya tahu special effect-nya ketika para "penyihir" mengubah dan memainkan realita ruang dan waktu dengan imbas yang mungkin akan mengingatkanmu pada Inception milik Christoper Nolan (gedung-gedung yang berputar). Desain set dan kostum-nya juga satu hal yang menarik, because it's so stylish - perpaduan western dan eastern yang manis banget dilihat. In my opinion, secara umum dan sejauh ini Doctor Strange ialah film superhero yang secara visual paling artsy dan aesthetic dibandingkan film-film superhero lainnya.

Sutradara Sinister, Scott Derrickson berhasil mengakibatkan Doctor Strange sebagai sebuah film solo yang cukup baik memperkenalkan kita kepada abjad gres dari dunia MCU, Stephen Strange. Doctor Strange terang lebih serius jikalau dibandingkan Ant-Man (2015) atau Guardians of The Galaxy (2014), namun bukan berarti Doctor Strange tidak punya momen-momen yang menciptakan penonton tertawa lepas. Even the jokes are a waaaay better than Ant-Man. Mungkin sekilas ceritanya lebih kompleks dan membingungkan (because they talked a lot about multiverse, another dimension, time, etc..), tapi secara garis besar plotline Doctor Strange sendiri tidak terlalu rumit walaupun agak generik (sang protagonis yang tertimpa sial, menerima kekuatan, kemudian melawan musuh). Timeline Doctor Strange - dari adegan perkenalan sampai action/climax scene - sendiri cukup optimal dan efektif. Tapi mungkin problemnya ada pada karakterisasi yang tidak terlalu kuat, termasuk Stephen Strange sendiri yang sedikit-banyak akan membuatmu teringat pada karakter-karakter superhero lainnya dari jagat MCU (sedikit egois dan rebel, tapi bahwasanya orang baik hati yang bertanggung jawab). Karakter-karakter lainnya juga bahwasanya tidak mendapatkan porsi karakterisasi yang cukup kuat, bahkan kelihatan sekali Christine Palmer (Rachel McAdams) sebagai love-interest Stephen Strange hanya sekedar perhiasan film (but I still love her, and thanks to the director there was no cheesy kissing scene). 

Untungnya, biarpun sejujurnya karakterisasinya kurang tereksplor dengan baik, namun cast-nya bisa mengatakan performa yang cukup maksimal. Benedict Cumberbatch menanggalkan aksen britishnya, and I'm sure later people not only will remember him as Sherlock, but also as Stephen Strange a.k.a Doctor Strange. Chiwetel Ejiofor berperan sebagai Mordo, yang menjadi rekan Strange di film ini - walaupun jikalau menurut komiknya, doi kelak akan menjadi supervillain. Benedict Wong berperan sebagai Wong - sidekick Doctor Strange - yang kurang menerima porsi besar di film ini, walaupun kemunculannya sendiri cukup berkesan alasannya bisa menjadi pengimbang abjad Strange yang seenaknya sendiri. The villain di Doctor Strange ini akan diperankan oleh Mads Mikkelsen sebagai Kaecillus, mantan murid The Ancient One yang berbuat onar. Mungkin abnormal melihat Mads Mikkelsen tampil gondrong dalam balutan eastern warrior outfit, but he still nailed it! (Menarik mengetahui bahwa Mads Mikkelsen sempat awalnya yang akan menjadi Doctor Strange, but he is kinda like a villain specialist type of actor, jadi kayaknya lebih cocok main jadi jahat ;p). Lalu kontroversi yang paling ramai diperbincangkan: Tilda Swinton sebagai The Ancient One. Kalau menurut komiknya, The Ancient One ialah seorang laki-laki (dan chinese), tapi Derrickson merasa bahwa The Ancient One lebih condong ke "title" daripada sebuah "figur tertentu" (or in this case, male and asian actor). Tapi tugas macam apa sih yang ga bisa dibawakan oleh Tilda Swinton? She surely one of the best actress right now! Berkepala gundul, dengan sorot mata bijak kolam malaikat yang naif but still has a funny side, I have no dilema with her. She kills it! 

Okay, so Doctor Strange memenuhi ekspektasi menyerupai yang ditawarkan lewat trailernya: visual yang menarik dan castnya oke. Tapi entahlah aku tidak yakin kenapa pada balasannya Doctor Strange tidak mengatakan impresi atau kesan yang kuat. It's still a good movie and has an unique and different concept with a good jokes, but I'm not emotionally attached. Tapi gag berarti aku nggak ngarep bakal ada solo sequel Doctor Strange (yang kalau menurut interview-nya Scott Derrickson yang aku baca, jikalau benar sekuelnya ada, maka formulanya akan mencontoh kesuksesan The Dark Knight), dan sangat sayang sekali kalau Doctor Strange hanya punya satu film solo. 

Overview:
Konsep Doctor Strange sebagai "the witch" dari universe milik Marvel ialah sebuah keunikan tersendiri. Scott Derrickson cukup berhasil dalam mengenalkan abjad gres Stephen Strange melalui film Doctor Strange, terutama dari aspek visual dan special effect. Dengan bumbu-bumbu yang sedikit lebih kompleks, sayangnya karakterisasi tokoh-tokoh di Doctor Strange kurang berpengaruh dan ceritanya sendiri terlalu generik. Mungkin itulah yang menciptakan Doctor Strange tidak berhasil mengatakan kesan berpengaruh sehabis film berakhir. But overall the cast is perfect, sanksi pada plot "mainstream"-nya sendiri cukup solid - dan leluconnya cukup berhasil. It's a good movie and yes we want sequel!

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Doctor Strange (2016) (4/5)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel