La La Land (2016) (5/5)


RottenTomatoes: 92% | Metacritic: 93/100 | NikenBicaraFilm: 5/5

Rated: PG-13 | Genre: Musical, Drama

Directed by Damien Chazelle ; Produced by Fred Berger, Gary Gilbert, Jordan Horowitz, Marc Platt ; Written by Damien Chazelle ; Starring Ryan Gosling, Emma Stone, John Legend, Rosemarie DeWitt ; Music by Justin Hurwitz ; Cinematography Linus Sandgren ; Edited by Tom Cross ; Production companies Gilbert Films, Impostor Pictures, Marc Platt Productions ; Distributed by Summit Entertainment ; Release date August 31, 2016 (Venice Film Festival), December 9, 2016 (United States) ; Running time 128 minutes ; Country United States ; Language English ; Budget $30 million

Story / Cerita / Sinopsis :
Sebuah kisah drama musikal wacana dua orang kekasih yang bersama-sama mengejar impian mereka masing -  masing. 
Review / Resensi :
Saat teaser trailernya pertama kali dirilis, menampilkan Ryan Gosling menyanyikan City of Stars dan cuplikan scene dari film La La Land - saya sudah eksklusif jatuh cinta. Pertama, film ini mengandung Ryan Gosling (obviously! Ryan Gosling ini yang dapat bikin saya menduakan dari Michael Fassbender haha). Kedua, soundtrack-nya begitu indah. Ketiga, film ini sepertinya akan sangat romantis. Keempat, teaser trailer itu ibarat menjadi jaminan bahwa La La Land akan menjadi sebuah pertunjukan pesta visual yang memanjakan mata. Dan itu semua terbukti. Saya katakan di depan: La La Land ialah salah satu film terbaik tahun 2016 ini. (Anw, menontonnya di bioskop akan menawarkan kesan yang lebih asyik daripada menontonnya di rumah lho. Seriously!). 

Damien Chazelle (yang gres berumur 31 tahun donk. OMG), sebelumnya telah mengawali debut yang meyakinkan lewat Whiplash (2015) - wacana struggling yang begitu berdarah-darah dari seorang penabuh drum jazz. Lewat La La Land, Damien Chazelle mengambil tema yang hampir sama: wacana impian dan jazz. Cerita La La Land sendiri sangat sederhana. Mia (Emma Stone) ialah seorang wanita yang bercita-cita menjadi aktris, namun kerap gagal setiap audisi. Sedangkan Sebastian (Ryan Gosling) ialah seorang musisi idealis yang passionate terhadap musik jazz dan memimpikan membuka kelab jazz-nya sendiri. Keduanya kemudian bertemu, jatuh cinta, dan saling mendukung untuk berusaha mengejar impiannya masing-masing. 

Menonton La La Land saya ibarat diajak memahami bagaimana pikiran Damien Chazelle yang juga bertindak sebagai penulis naskahnya. Kerasa sekali bahwa Chazelle ialah "motivator" orang untuk mengejar impian (dan kita juga dapat mencicipi bagaimana kecintaan Chazelle terhadap musik jazz). Saya juga menyukai bagaimana La La Land tidak cuma mengandalkan atraksi musik dan visualnya, namun naskahnya sendiri sangat solid dan menghibur. La La Land tidak terjebak pada percintaan klise yang sekedar romantis dan too good to be true. Film yang gres saja memboyong 7 penghargaan di Golden Globe 2017 ini masih menjejak tanah dalam membawakan ceritanya, membawa moral story kepada penonton bahwa mengejar impian ialah hal yang tidak mudah. Idealismu kadang harus kau gadaikan, mungkin kau akan datang pada titik kritis dimana tidak mungkin untuk mencapai impianmu alasannya kau merasa dirimu tidak berbakat, atau bahkan mengejar impian dapat membuatmu patah hati. Sebuah konklusi di alhasil menawarkan pesan bahwa hidup sama sekali tidak ideal. 

Drama-musikal gotong royong bukan saya banget, dan saya kira banyak juga yang merasa genre ini hanya menarik bagi mereka yang sudah remaja (baca: tua). Namun sebagaimana aksara Sebastian yang ingin mempopulerkan jazz kembali pada roh-nya, Damien Chazelle juga sepertinya berusaha menghasilkan karya musikal-drama tetap otentik namun dapat dinikmati generasi muda ibarat saya ini (haha ngaku muda!). La La Land membawakan sentuhan modernitas tanpa mengabaikan untuk apa drama-musikal dibuat: sebuah pertunjukan yang membawa kebahagiaan. Have you ever falling in love, and suddenly your life seems beautiful and wonderful - and you want to dance and sing about it? This movie is pretty much about it.  La La Land is full of joy: soundtracknya amazing! (opening scene-nya saja sudah eksklusif menciptakan siapa saja jatuh cinta), dikoreografikan dengan indah, pallete warnanya memanjakan mata, kostumnya cakep (duh itu dress-nya Emma Stone saya mau semua!), dan production design-nya sangat menawan. 

And yes, this movie is so romantic. Dipasangkan untuk kesekian kali, sepertinya chemistry antara Emma Stone dan Ryan Gosling sudah terbentuk dengan gampang (but please don't pairing them together again!). Kehidupan cinta Mia dan Sebastian ibarat perwujudan mimpi romantis wanita manapun (yes, mimpi saya bukan ibarat Twilight or 50 Shades of Grey). Ada banyak scene yang begitu indah dan romantis: sebut saja scene di bioskop (ketika tangan mereka bersentuhan kemudian bertatapan) atau dancing scene di planetarium itu. Bikin baper maksimal. (Unfortunately, when you met a guy who is so charming and romantic you must suspicious that he might not a good guy. Fckin real life!). 

Emma Stone tampil sangat menawan sebagai Mia. Emma Stone mungkin masih punya aura strong girl ala Olive Penderghast di film Easy A (2010), namun saya juga dapat melihat sisi ringkih dan loveable yang sangat cantik dari aksara Mia. Saya tidak menyangka bahwa Emma Stone cukup mahir berdansa dan bernyanyi. Saya bahkan menyukai suaranya yang sedikit serak dan garang dikala bernyanyi, justru menciptakan penampilannya terasa lapang dada dan tidak palsu alasannya dibuat-buat. Ryan Gosling (tentu saja) tampil memikat sebagai Sebastian. Saya dapat mencicipi antusias karakternya sebagai Sebastian dikala berbicara mengenai passionnya wacana jazz, menciptakan kita jadi jatuh cinta dengan idealisme dan semangatnya. For playing piano, singing, tap dance, and for THAT DAMN HANDSOME - please he deserves an awards (oscar for sure! Tapi ga tau lagi sih belum nonton Casey Affleck di Manchester By The Sea). 

Overview:
La La Land adalah sebuah surat cinta untuk L.A., untuk jazz, dan untuk cinta itu sendiri. . Production design, sinematografi, soundtrack, koreografi, visual design, kostum - semuanya membentuk La La Land menjadi sebuah musical-drama terbaik dekade ini. Naskah Damien Chazelle juga sangat solid: memotivasi siapa saja supaya tidak pernah mengalah mengejar passion dan impianmu. Emma Stone tampil menawan, Ryan Gosling membuat saya jatuh cinta, dan chemistry keduanya - dengan penyutradaraan yang luar biasa dari Damien Chazelle - ibarat mewujudkan impian romantis wanita manapun. Watching this will fill you with joyful and happiness.


....
MY OPINION ABOUT THE ENDING:

*spoiler *
Anw, I love the ending. Ini ending tepat yang dapat menyadarkan diri kita bahwa hidup sama sekali tidak ideal. Adegan musikal di pecahan tamat ialah sebuah rekonstruksi kisah cinta Mia dan Sebastian seandainya hidup mereka ideal dan sesuai apa yang mereka inginkan. Hey, tapi hidup tidak bekerja ibarat itu. Mengakhiri film ini dengan menimbulkan Mia dan Sebastian bersatu happy ending selamanya akan menciptakan La La Land terasa sangat klise.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "La La Land (2016) (5/5)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel