10 Rekomendasi Film Hipster Versi Nikenbicarafilm


Mendengar kata "hipster", maka yang terbayang di kepala saya yaitu pemuda-pemudi urban dengan dandanan eksentrik / vintage dan punya selera seni yang bagus. Tampak cerdas, kalau nggak mau dibilang snob atau pretentious. Nongkrong di kedai kopi dengan nama-nama puitis dan filosofis, bertebaran di gig-gig musik non-mainstream, dan membaca novel Haruki Murakami. Lalu, bagaimana mendefinisikan sebuah film "hipster"?

Di sini, saya menentukan beberapa judul film yang kira-kira disukai "anak-anak hipster" dan menguarkan atmosfer yang "you-just-know-it's-so-hipster". Biasanya sih yaitu film yang punya plot dongeng yang unik, dengan selera komedi yang weird, kaya akan tumpuan pop-culture, sinematografi yang cantiksoundtrack music dari grup band indie yang mungkin kau tidak terlalu familiar, dan huruf yang quirky. Sementara ini, saya menciptakan daftar 10 film terlebih dahulu (capek rek kalo disuruh nulis pribadi 50 film!). Kalau nggak males nulis, suatu ketika saya akan menambahkan daftar ini. Oh iyes, pilihan ini saya random aja ya menurut film yang sudah saya tonton. Kaprikornus bukan menurut daftar peringkat.

#1
(500) Days of Summer
(Marc Webb, 2009)


The Smiths. Vintage dress. Manic Pixie Indie Dream Girl. Good soundtrack. Ini beberapa alasan yang bikin (500) Days of Summer menjadi film romantis yang hipster banget. Kisahnya bahu-membahu nyaris terlalu sederhana, wacana dua orang Tom (Joseph Gordon-Levitt) dan Summer (Zoey Deschanel) yang berjumpa, saling jatuh cinta, kemudian putus dalam 500 hari. Namun bagaimana Marc Webb mengemas (500) Days of Summer inilah yang menciptakan semuanya terasa menarik: visualnya, bagaimana ia menarasikan filmnya, dan catchy soundtrack music yang mengiringinya. (500) Days of Summer yang ditulis oleh Scott Neustadter dan Michael H. Weber ini juga dipenuhi dialog-dialog yang asyik dan memorable. Ditambah lagi karakterisasi yang juga berhasil dihidupkan oleh 2 orang pemeran utamanya. It's easy for us to feel relate with Tom, and fell in love with Summer. Maka ketika Summer "menghancurkan" hati Tom, hampir sebagian besar orang yang nonton ikut mencicipi patah hati yang sama (Summer is a bitch! errrr... or not?). Probably this is the most romantic cult for millennial generation. 


#2
Lost In Translation
(Sofia Coppola, 2003)



Dirilis secara independen tahun 2003, Lost in Translation telah memunculkan banyak penggemar, yang bahkan tidak disangka oleh sutradaranya sendiri, Sofia Coppola. Lost In Translation yaitu wacana menemukan kenyamanan dalam kesendirian, kesepian, melankolia, dan keterasingan. Dengan setting kota Tokyo (sebuah kota padat penduduk yang menjadi salah satu kota paling maju di dunia), Bob (Bill Murray), seorang pemeran yang sedang pergi dinas melaksanakan pekerjaannya, bertemu dengan Charlotte (Scarlett Johansson). Tidak hanya keduanya punya perbedaan usia yang jauh, mereka juga sama-sama sudah terikat ijab kabul - dan ini menimbulkan relasi platonik keduanya menjadi unik. Tidak ada adegan ciuman yang benar-benar romantis, tidak ada adegan seksual, namun penonton - kalau cukup jeli - dapat melihat bahwa chemistry keduanya terasa real, hangat, dan romantis.    

#3
Her
(Spike Jonze, 2013)



Waktu pertama kali dirilis, saya merasa kisah cinta Her ini.... terlalu abnormal untuk saya, sampai menciptakan saya sulit "terhubung secara emosional" dengan ceritanya. Butuh waktu usang bagi saya untuk karenanya dapat memahami dan mengapresiasi film ini. Di kota Los Angeles di masa depan, Theodore (Joaquin Phoenix) menjalin relasi romantis dengan Samantha (Scarlett Johansson), sebuah operating system komputer dalam bunyi wanita. Hubungan abstrak antara Theodore dan Samatha yaitu sebuah pertanyaan bagaimana modern relationship akan bekerja di masa depan. Her menyerupai merobohkan batas-batas apakah cinta butuh penampilan fisik atau tidak, atau ya sudah cinta itu faktual kalau memang ada. Her juga diperkaya dengan visual dalam color grading kemerahannya yang menawan, iringan musik dari grup band yang hipster banget - Arcade Fire (my favorite is Song on the Beach), serta penampilan Joaquin Phoenix yang berhasil membawakan huruf Theodore dengan sangat luar biasa,

#4
The Royal Tenenbaums
(Wes Anderson, 2001)



Kalau disuruh menyebutkan siapa salah satu sutradara yang mewakili subkultur hipster, maka nama yang biasanya akan muncul: Wes Anderson! (I mean, look how he dress!). Wes Anderson dikenal sebagai sutradara yang punya ciri khas artistik yang unik, puncaknya ada pada The Grand Budapest (2013) yang menjadi salah satu film paling berseni yang pernah ada. Tapi favorit saya dari Wes Anderson yaitu The Royal Tenenbaums. Teringat kala pertama kali menontonnya - beli dalam bentuk kepingan VCD (masih VCD rek!), yang saya beli semata-mata alasannya gambar covernya yang unik (waktu itu belum tahu film bagus itu yang menyerupai apa). The Royal Tenenbaums yaitu sebuah satirical comedy wacana sebuah keluarga disfungsional, Tenenbaums. Royal Tenenbaums (Gene Hackman), sang ayah, ingin berrekonsiliasi dengan mantan istri dan anak-anaknya, lantas ia berpura-pura bahwa ia sakit kanker. Bagi saya The Royal Tenenbaums ini salah satu karya terbaik Wes Anderson alasannya kisah komedinya dan karakter-karakternya yang eksentrik.

#5
Frances Ha
(Noah Baumbach, 2013)



Frances Ha, disutradarai oleh Noah Baumbach dan dibintangi Greta Gerwig, yaitu kisah wacana Frances Ha, seorang perempuan berusia 27 tahun yang mencoba menata hidupnya. Frances Ha adalah sebuah coming of age story bagi kita-kita di usia 20-an: dimana kita harus menjadi sampaumur dan bertanggung jawab dengan diri kita sendiri (baca: bekerja yang menghasilkan duit), namun di lain sisi kita ingin menekuni passion kita (yang belum tentu menghasilkan duit), dan kita juga masih ingin bersenang-senang. Dalam balutan visual hitam putih dan nuansa French New Wave, Frances Ha mungkin film yang tidak terlalu menarik bagi kau yang tidak terbiasa menonton film-film mumblecore. Namun buat saya pribadi film ini terasa Istimewa alasannya mengingatkan saya dengan nasib saya sendiri, serta huruf Frances Ha yang super loveable. (Full review). 

#6
Frank
(Lena Abrahamson, 2015)



Jon (Domhnall Gleeson), just a typical regular guy, tidak menyangka ketika ia kemudian dapat bergabung bersama grup band Soronprbfs. Soronprbfs (entah bagaimana menyebutnya), yaitu sebuah grup band eksperimental dengan musik yang lebih abnormal dari Radiohead, dimana Clara (Maggie Gyllenhaal) memainkan theremin, dan frontman-nya yaitu Frank (Michael Fassbender), seorang laki-laki yang hampir selalu mengenakan topeng raksasa menutupi kepalanya. Sampai di sini, kita tahu betapa 'hipster'-nya film ini. Frank yaitu film black comedy yang aneh, one-of-kind movie yang cukup jarang ada. Agak membingungkan untuk orang awam, tapi saya sangat menikmatinya. Sebagian besar, alasannya berkat film ini saya jadi beneran ngefans Michael Fassbender. And this movie has a great soundtrack too!

#7
Inside Llewyn Davis
(Coen Brothers, 2015)



Inside Llewyn Davis yaitu film demotivational (is it even a word?). Maksud saya, film ini sama sekali bukan film yang penuh inspirasi dan memotivasi, justru kebalikannya. Dibuka dengan penampilan luar biasa dari Oscar Isaac sebagai Llewyn Davis, menyanyikan Fare Thee Well, Inside Llewyn Davis yaitu sebuah potret wacana kesialan dan ketidaksuksesan Llewyn Davis, seorang pemusik folk. Ia gres saja ditinggal meninggal oleh partner musiknya, menghamili istri temannya sendiri, bangkrut, dan hidupnya terlunta-lunta. Namun Llewyn Davis (yang tampak menyerupai bagaimana pria-pria hipster berdandan) sendiri, bahu-membahu bukan laki-laki yang menyenangkan. Ia idealis, sarkastik, dan sama sekali tidak bertanggung jawab. Coen Brothers menimbulkan Inside Llewyn Davis sebagai sebuah film black comedy yang sendu dan melankolis, dengan soundtrack music yang sayang untuk dilewatkan. And yes, Oscar Isaac is soooo hoot . (Full review).

#8
Paterson
(Jim Jarmusch, 2016)


Paterson adalah salah satu film favorit saya sepanjang hidup, alasannya "memahami" film yang disutradarai dan ditulis oleh Jim Jarmusch ini sedikit-banyak mengubah cara pandang saya wacana hidup. Sayangnya, film ini sangat segmented alasannya saya yakin nggak semua orang akan paham maksud dan tujuan film ini. Tanpa "meresapinya", maka kau akan merasa Paterson adalah film paling membosankan yang pernah ada. Paterson (Adam Driver) yaitu seorang supir bus di kota Paterson yang juga hobi menulis puisi. Film Paterson ini tak lebih satu ahad kehidupan Paterson yang biasa-biasa saja, di kota yang biasa-biasa saja, dan dirinya juga yaitu orang yang biasa-biasa saja. Mengutip menyerupai apa yang pernah dikatakan seorang surealis, Paterson adalah "the marvelous of everyday life". Jika kau merasa Paterson hanyalah sebuah rutinitas yang menjemukan, maka memang film ini dimaksudkan demikian! (Full review).

#9
Juno
(Jason Reitman, 2007)

Juno McGuff (Ellen Page) adalah remaja Sekolah Menengan Atas "indie" dan (sok) pintar, yang tidak menyangka ketika tahu dirinya hamil. Sempat berpikiran untuk mengaborsi, ia kemudian memutuskan untuk menunjukkan anaknya untuk diadopsi oleh pasangan Vanessa (Jennifer Garner) dan Mark (Jason Bateman). Juno terasa menyerupai "mengglamorisasi" teen pregnancy, namun bahu-membahu filmnya sendiri wacana seorang remaja yang masih mempelajari apa itu cinta dan relationship. Merupakan debut Diablo Cody sebagai screenwriter, naskahnya yang funny dan smart sukses menciptakan film ini meraih Best Original Screenplay di ajang Oscar. And I really really love this movie so much! Ga cuma saya suka banget dengan scriptnya, tapi saya juga suka karakter-karakternya dengan ensemble castnya (+ J.K. Simmons, Michael Cera, Allison Janney, Olivia Thrilby), suka hampir semua soundtrack indie song list-nya, dan film ini juga punya rotroscoped opening title sequence yang menarik. (Full Review).

#10
Captain Fantastic
(Matt Ross, 2016)


Konsep pengasuhan Ben (Viggo Mortensen) kepada keenam anaknya di film Captain Fantastic ini mengilhami kekasih saya bbagaimana kelak ia ingin jadi ayah yang menyerupai apa. Ben menerapkan cara-cara yang terbilang abnormal di dunia modern: ia dan keluarganya hidup di dalam hutan, sepenuhnya hidup outdoor, dan homeschooling melatih anaknya secara fisik dan intelektualitas (mereka merayakan kelahiran Noam Chomsky!). Sampai suatu ketika sang ibu meninggal dunia, sehingga Ben dan anak-anaknya terpaksa kembali ke dunia modern untuk memakamkan ibunya. Terlepas apakah cara hidup mereka terlalu abnormal untuk dilakukan, Captain Fantastic dipenuhi gagasan-gagasan menarik soal bagaimana kita mengajari bawah umur kita hidup idealis di dunia modern, tak berdaya diterjang kapitalisme dan konsumerisme. By the way, sebenarnya film ini terasa more hippie than hipster, eh tapi bukankah para hipster ketika ini yaitu hippie jaman now?

---

Anyway, what is your favorite hipster movie? 


Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "10 Rekomendasi Film Hipster Versi Nikenbicarafilm"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel